Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Selama ini nyaris kita tak pernah mendengar ada perkara yang dimulai dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang Tak Wajar. "Secara kasuistik tak pernah ada, bahkan sejak KPK berdiri," kata Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98) Hasanuddin dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu (25/2/2023).
Oleh sebab itu, lanjut dia, Siaga 98 mengapresiasi langkah KPK saat ini yang mulai berusaha menyelidiki melalui klarifikasi terhadap kekayaannya yang tercatat di LHKPN, apakah didapat dari cara-cara tidak sah atau koruptif.
"KPK dapat melakukan terobosan perkarakan LHKPN Tak Wajar tak terbatas pada Pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo (RAT)," ucapnya.
:Sebab jika terbatas pada RAT, maka ini tindakan reaksioner dan cenderung diskriminatif. Dan berpotensi mengabaikan asas semua sama dan setara dihadapan hukum," inbuhnya
Untuk menghindari tindakan reaktif dan diskriminatif, maka perlu diputuskan bahwa LHKPN Tak Wajar harus dapat diusut dan diperkarakan sebagai bagian dari pemberantasan korupsi dan pemulihan keuangan negara.
Tanpa keputusan ini, maka tindakan memperkarakan LHKPN Tak Wajar akan membentur tembok besar para pejabat negara yang mayoritas memiliki LHKPN Tak Wajar.
'Siaga 98 menilai bahwa keputusan ini harus dimulai dari Presiden Jokowi yang mengeluarkan perintah mengusut LHKPN Tak Wajar penyelenggara negara secara nasional," saran Hasan.
Sebab pengusutan LHKPN Tak Wajar akan menghadapi kendala struktur kekuasaan dan barikade argumentasi hukum yang telah dikonstruksi selama ini bahwa LHKPN Tak Wajar tak bisa di pidana khusus; Tipikor-TPPU.
"Siaga 98 berpendapat perangkat hukum kita sudah tersedia untuk memperkarakannya. Melalui konstruksi Peraturan terkait LHKPN, UU TPPU dan UU TPK (Tindak Pidana Korupsi) dalam satu kesatuan penerapan. Namun perlu political will pemerintah. Sehingga KPK dapat menuntaskan pemberantasan korupsi melalui pintu masuk LHKPN Tak Wajar," tegasmya.
Tanpa Political will pemerintah, maka LHKPN semata dokumen yang diarsipkan, yang tak sejalan dengan semangat penyelenggaraan bebas KKN sebagaimana dimaksud UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas kolusi, korupsi dan nepotisme.
Siaga 98 berharap peran mendorong Presiden Jokowi untuk melakukan hal inilah yang sepatutnya dilakukan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD.
"Dan bukan LHKPN Tak Wajar penyelenggara negara diseret ke ranah kasuistik semata, dalam hal ini LHKPN Rafael Alun Trisambodo senilai Rp. 56,1 Miliar," tutup Hasanuddin.