Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Hujan Sabtu 11 Februari 2023 pagi sekira pukul 9.00, membasahi aspal Jalan Raya Bulak Tinggi, Kelurahan Jati Warna, RT4 Rw 3, Pondok Melati (pecahan pondok gede) Kota Bekasi. Pada rumah No 40, depan pintu Reddor coklat berdiri Posko dan spanduk, yang pasang Bripka Madih Cs berisi klain tanah 4411 M2 itu milik Tonge ayahnya.
Klaim Bripka Madih anggota Provost Polsek Jatinegara soal tanah 4411 M2 warisan orang tuanya Viral di media sosial, dan mencuri perhatian wartawan. Hingga merepotkan aparat kepolisian dan menyita perhatian publik.
Padahal lahan itu sudah di jual Tonge ayahnya. Dan lahan kini padat pemukiman warga sejak puluhan tahun. Jual beli terjadi sejak Madih belum lahir. Sementara Madih sesumbar berdasarkan surat Girih 191 C, lahan itu tidak pernah dijual.
Terlihat terang plang putih ada tulisan warna cat hitam, "TANAH INI MILIK TONGE BIN NYIMIN BERDASARKAN GIRIH C LUAS 4411 M2" tertancap tiang di cor semen tepat di depan pagar rumah Soraya dan Viktor.
Viktor Edward Haloho, kakek asal Sumatera Utara itu mengatakan dia memiliki lahan 100 M2 itu sejak tahun 1990. Dia membeli tanah itu dari Tonge, ayah Bripka Madih. Tahun 1994 tanah dibangun dan dihuni oleh lnya. "Saya belin dari Tonge tahun 1990, tahun 1994 saya bangun. Sudah puluhan tahun tidak masalah, ini tiba tiba ada Pak Madih, Polisi yang datanf main patok, pasang plang,bangun bale bale (pos Gardu). Dan bilang ini lahan miliknya," kata Viktor.
Menurut Viktor, tumahnya itu kini dihuni putrinya, yang usaha air isi ulang, dan dalam kondisi sakit. "Saya kaget ko begitu. Anak saya sedang sakit, takut kenapa kepana. Saya akan urus sertifikat nanti atas nama dia, supaya dia senang. Makanya saya laporkan ke Polres Bekasi. Saya juga sudah diperiksa disana.," kata Viktor.
Viktor berharap Plang dan Posko itu segera dicabut, karena mengganggu usaha anaknya. Dan juha meresahkan warga. Meski saat ini sudah tidak ada lagi orang orang yang menjaganya. "Kita ini ingin tenang. Kita berharap cepat di proses. Kalo memang petugas seharusnya tahu hukum. Bukan main pasang plang. Ini apa namanya," katanya.
Posko Madih juga dibangun tepat di depan warung Soraya, berada di tepi jalan dibangun Posko mirip Gardu hingga menggagu laulintas jalan kendaraan dengan spanduk bertuliskan sama dengan tulisan di plang.
"Saya tidak bisa berjualan. Depan warung saya di bangun Posko oleh Pak Madih cs. Ada 10an orang, saya ketakutan pak. Mereka datang, dipimpin Pak Madih berseragam Provost Polisi," kata Soraya, kepada wartawan Sabtu 11 Februari 2023 pagi saat hujan gerimis.
Menurut Soraya, dia membeli lahan dan membangun rumah itu sudah sejak puluhan tahun. "Tanahnya beli, ga mungkin kami tinggal disini tanpa hak milik," katanya.
Lalu lalang warga pengendara motor memgenakan jas hujam yang beraktifitas selalu menoleh lokasi plang dan posko itu. "Kaget juga kami ada apa ini. Padahal sudah puluhan tahun tidak ada itu. Karena memang tanah tanah itu dulunya milik keluarga Pak Tonge. Tapi sudah banyak yang dijual. Agak heran kini ribut ribut. Rame juga di medsos juga di tv," kata Umi, wanita muda warga sekitar lokasi Jalan yanh melintas.
Kepada wartawan puluhan warga penghuni lahan yang di klaim Madih juga bingung dengan Ulah Madih yang viral itu. "Saya beli, dari bapaknya Tonge. Bahkan ada yang sudah bersertifikat. Jadi tidak benar seperti yang ditunjuk tunjuk di TV bilang lokasi ini dibagi bagi," kata Budiman, yang mengaku paham tentang kehidupan Tonge masa masih hidupnya dulu.
Menurutnya, Tonge memang pemilik lahan sesuai Girih 191 C itu, seluas 4411 M2. Dulu belum terlalu padat dan ramai. Karena banyak kebun kebun buah buahan.
"Saya dulu beli ada akte jual beli. Ada juga yang sertifikat. Bahkan ada yang hanya kwitansi. Ada yang tanahnya diminta lagi kata Madih akan dikembalikan Uanganya, tapi sampe sekarang tidak dikembalikan," kata Budiman.
Budiman menceritakan, dia sangat dekat dengan Tonge ayah Madih, bahkan sudah seperti keluarga. "Tonge itu bahkan kerap pinjam uang yang kemudian dibayar dengan tanah. Dulu disini kebun, ada lahan yang sudah saya beli dekat rumahnya ditanam buah buahan. Tiap panenpun oleh Tonge dan anak anaknya termasuk Madih yang anter buah buahan kerumah saya. Karena mereka tahu itu sudah jadi tanah kami. Bisa begini kami juga heran," katanya.
Budi mengaku dia tahu soal ribut ribut lahan itu, saat tahun 2011 tiba tiba dipanggil Polda Metro Jaya, ada laporan dari Halimah istri Tonge. "Jadi saya datang dan saya jelaskan bersama bukti bukti jual beli. Dan bukti bukti ini saya sah. Ada tiga lahan yang sudah sertifikat. Saya tahu persis Madih sejak kecil. Saya yang suruh belajar yang bener, sekolah, sholat. Madih dan Mada itu sekolah S1 kalo tidak salah. Bagaimana jadi polisi saya kurang paham. Tapi intinya berpendidikan," kata Budiman.
Hal yang sama di akui Ibu Astuti, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Viktor, di pinggir jalan yang sama. "Saya sudah lima belas tahum tinggal disini. Saya beli dari orang yang ketiga. Ada semua AJB, hingga bukti bayar pajaknya. Logikanya orang sewa tidak bayar dua bulan saja pasti di usir suruh pergi. Ini sudah lima belas tahun lebih. Kok tiba tiba di klaim punya orang," kata Astuti.
Menurut Astuti, dia tidak mau hal lain. Dia hanya ingin haknya di ganggu. "Rumah sebelah saya ini juga sama belinya. Tapi dia sudah sertifikat. Saya belum buat karena belum.ada biaya. Maka ada program pemerintah membuat PTSL, kami ramai ramailah ikut buat. Tapi semua yang di RT3 RW 4 ini batal. Karena alasan lahan sengketa. Sengketa apa kami bertanya, ternyata kaream di klaim Pak Madih," kata Astuti.
Astuti mengaku dirinya juga sudah dimintai keterangan oleh Polda Metro Jaya, baik di Krimum dan Paminal. "Kami sudah dimintai keterangan sama Polda Metro Jaya, juga Polres. Termasuk di Paminal PMJ. Ya sudah kami ceritakan berikut bukti bukti hak sah kami," ujarnya.
"Kami terimakasih juga dengan Polda Metro Jaya, tadinya kami was was sekarang sudah agak tenang. Kami ini sempat ketakutan karena berhadapan dengan Polisi seragamnya Provost juga. Dari arahan Pimpinan Polda Metro Jaya kami semakin yakin, akan ada perlindungan hukum kepada kami yang punya hal dan sah," kata Astuti.
Hal yang sama dijelaskan Mulih, warga yang berbatasan pagar dengan kediaman Madih. Mulih juga menunjukkan bukti bukti pembelian lahan tanahnya dengan luas sekitar 2000 M2, dengan empat Akte jula beli.
Mulih membeli lahan dari orang pertama yang membeli dari Tonge. "Saya orang kedua, saya beli dari empat orang dengan jarak waktu yang berbeda-beda. Semua ada bukti buktinya. Jadi bukan asal punya tanah," kata Mulih, yang lahannya di jadikan Sekolah Paud dan TK, dan usaha restoran itu.
Mulih menjelaskan yang digugat Mudih itu tidak punya dasar. Karena memang sudah di perjual belikan sejak tahun 1979. "Saya bukti bukti lengkap. Jadi aneh ini, termasuk banyak warga lainnya yang sudah resah. Ada juga yang sudah melaporkan ke Polres hingga Polda Metro Jaya. Juga soal pemasangan plan, dan pembuatan posko. Warga masih diam karena menghormati pak Madih sebagai anggota Polisi," katanya.
Kasus Madih kini masih terus bergulir di Polres Bekasi, Polda Metro Jaya, Paminal dan Propam, hingga Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri. Madih yang terus koar koar dengan cuitan kontroversi di media. Namun saat dipertemukan hingga konfrontir terkait tuduhan dan gugatannya kerap berubah ubah..****