DR.DRS.HADI PURNOMO.SH.,MH
Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Dhipa Adista Justicia selaku kuasa hukum Riris Setio Rini terduga tersangka atas tindak pidana investasi suntik modal alat kesehatan (alkes) menyayangkan tindakan hukum dari pihak penyidik dari Subdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri yang melakukan penangkapan/penahanan terhadap kliennya.
Laporan Poslisi (LP) dengan NOMOR: LP/B/0294/VI/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 20 Juni 2022 dianggap tim hukum DAJ tidak sah karena belum memiliki permulaan bukti untuk melakukan penetapan tersangka.
"Bahwa penetapan tersangka terhadap klien kami atas nama Riris Setio Rini oleh tim penyidik unit 1 subdit v direktorat tindak pidana ekonomi dan khusus bareskirm polri kami anggap tidak sah dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku (cacat formil). Hal itu kami sampaikan dikarenakan penyidik tidak memiliki bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penetapan tersangka terhadap klien kami tersebut," ujar Hadi, selaku tim hukum dari DAJ, penerima kuasa dari Riris Setio Rini, saat memberikan keterangannya, Minggu (26/2).
Disampaikan oleh Hadi, sanggahan yang disampaikan oleh tim hukum merujuk pada dasar adanya langkah dari kliennya yang telah mengembalikan sebagian uang dari milik para pelapor.
"Tidak sah dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku (cacat formil) disini yang kami maksud dikarenakan pemohon yang juga merupakan klien kami telah menyampaikan Bukti-bukti kepada Penyidik Unit I Subdit V Dittipideksus Bareskrim Polri sehubungan dengan adanya pengembalian atas sebagian uang milik Para Pelapor," terangnya.
Hadi menjelaskan, secara nyata juga telah menermpuh Upaya Hukum untuk
menuntut kepada AR dan EYSL melalui upaya hukum yang telah diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No perkara 662/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan tanggal Pendaftaraan 28 Oktober 2022 yang mana hingga saat ini Proses persidangan tersebut masih berjalan hingga saat ini.
"Sesuai dengan ketentuan hukum pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 1956 tentang MA yang mengatur mengenai perkara yang harus di dahulukan apabila terjadi sengketa perdata dan pidana secara bersamaan maka Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956yang menjelaskan: Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya
hak perdata itu.”
"Bahwa penyidik diduga tidak mempertimbangkan adanya Peraturan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 1956 tentang Mahkamah Agung yang mengatur mengenai perkara yang harus di dahulukan apabila terjadi sengketa perdata dan pidana secara bersamaan, sebagaimana Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956), yang menyatakan sebagai berikut, Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu".
Selain hal tersebut, sambung Hadi, penyidik diduga juga tidak dapat membuktikan terkait adanya persesuaian alat bukti antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lainnya, khususnya terkait Delik tindak pidana perbankan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 46 UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dikarenakan kliennya tidak pernah melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
"Karena fakta hukum sebenarnya, hubungan hukum antara klien kami dengan para terlapor adalah hubungan hukum transaksional/keperdataan biasa dan bukan
dalam konteks hubungan hukum antara Pemberi Simpanan dengan Penerima
Simpanan. Sehingga secara kontekstual maupun secara tekstual, pemenuhan
unsur Tindak Pidana Perbankan, tidak terpenuhi secara formil maupun materiil
dalam diri klien kami atas perkara tersebut," paparnya.
Diakhir, Hadi juga menyampaikan langkah srius yang diambil tim hukum dari DAJ yang di bentuk oleh Laksmana (P) Tedjo Edhi Purdjiatno, SH., telah secara resmi membuat surat permohonan perlindungan hukum atas adanya dugaan ketidak adilan terhadap hukum yang dialami oleh kliennya.
"Seluruh tim hukum yang tergabung dalam Dhipa Adista Justicia (DAJ) telah sepakat mengajukan surat permohonan perlindungan hukum terhadap klien kami dengan atas nama Riris Setio Rini kepada Kapolri dan Kabareskrim Polri. Patut juga kami sampaikan, Pembina sekaligus Pendiri dari DAJ, Laksmana (P) Tedjo Edhi Purdjiatno, SH., telah mengetahui dan mendukung langkah dari tim untuk membantu klien kami mendapatkan keadilan dalam hukum yang sedang dijalaninya," tutup Hadi. (Rendy)