Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pasal 84 UU 13 tahun 2003 berbunyi: Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh. Di UU Cipta Kerja Pasal 79 ayat 2 hanya memuat huruf “a” dan “b”. Ini mengubah Pasal 79 di UU 13 tahun 2003 yang ayat 2-nya memuat huruf “a”, “b”, “c”, dan “d”.
Namun, Pasal 84 UU No. 13 Tahun 2003, yang tidak diubah di UU Cipta Kerja, masih menyebut Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d.
Membaca Pasal 84 di UU 13 Tahun 2003 tidak nyambung dengan Pasal 79 ayat 2 UU Cipta Kerja. Kesalahan ini diperbaiki di Perppu no. 2 tahun 2022.
Demikian juga tentang istilah Penyandang Cacat di UU 13 Tahun 2003 tidak diubah di UU Cipta Kerja, padahal UU No. 8 Tahun 2016 sudah menyebut Penyandang Disabilitas. Seharusnya judul di Paragraf 1 pada BAB X dan Pasal 67 di UU 13 Tahun 2003 diubah di UU Cipta Kerja dengan menyebut Penyandang Disabilitas.
Menurut Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, hal ini tidak disadari pada saat membuat UU Cipta Kerja, dan baru disadari di Perppu No. 2 dengan mengakomodir kata Penyandang Diabilitas, dengan merevisi Pasal 67 dan judul di BAB X UU No. 13.
"Terpikir oleh saya, ternyata kehadiran Perppu menjadi sarana untuk memperbaiki kesalahan dalam beberapa pasal di UU Cipta Kerja yang tidak nyambung dan tidak singkron dengan UU lainnya. Alasan kegentingan yang memaksa tidak ada, hanya digunakan untuk menihilkan putusan MK dan sekaligus memperbaiki kesalahan substansial di UU Cipta Kerja," ujar Timboel Siregar, yang juga Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI).
Inilah dampak serius ketika UU Cipta Kerja dibuat dengan terburu-buru, dan tidak melibatkan masyarakat. Dan ini pun membuktikan kualitas Pemerintah dan DPR, sebagai pembuat UU Cipta Kerja, sangat rendah, tambahnya.
"Perppu memicu polemik. Daripada menimbulkan ketidakpercayaan terhadap Pemerintah terkait Perppu No.2, sebaiknya Pemerintah menarik Perppunya dan menindaklanjuti Putusan MK dengan mengajak masyarakat memperbaiki UU Cipta Kerja. Ini lebih elegan, pungkas Timboel Siregar. (Azwar)