Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Partai Mahasiswa Indonesia menyoroti gelut yang terjadi antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian terkait impor beras. Menteri Perdagangan kekeh akan melakukan impor beras Perum Bulog, sedangkan Kementerian Pertanian menolaknya dengan alasan stok ketersediaan beras nasional mencukupi. Sungguh ini suatu kejadian ironi bagi kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kementerian Pertanian kekeh dengan data yang menjadi pegangannya selama ini melalui data BPS, yang merilis kesediaan beras nasional tahun 2022 mencapai 9,71 juta ton, sedangkan Dirut Bulog mengatakan kesediaan beras nasional yang berada di gudang saat ini hanya 600.000 ton. Manakah yang benar?
Hafiz selaku Sekjen Partai Mahasiswa Indonesia dalam keterangan pers di Jakarta Senin (5/12/2022) mengatakan, "Ini sungguh ironi, dua kementerian yang harusnya bekerjasama malah saling gontok-gontokan mempertahankan argumennya masing-masing. Bagaimana bisa dua kementerian ini berpegangan pada data yang berbeda? Tidak saling sinkron antara satu dengan yang lain, bagaimana dengan nasib petani kita?"
Hal ini menunjukkan bahwa dua kementerian ini belum bisa menyamakan persepsinya dalam menyediakan beras untuk cadangan nasional.
"Kementerian Perdagangan merasa perlu melakukan impor beras dalam menstabilkan harga beras nasional, dan mencukupi kesediaan pangan nasional," imbuhnya.
Menurut data BPS yang menjadi pegangan kementerian pertanian merilis bahwa perkiraan produksi beras 2022 akan mencapai 32,07 juta ton dengan luas panen padi sekitar 10,61 juta hektar lahan.
"Nah yang menjadi pertanyaan kita bersama dimanakah kesediaan beras 32,07 juta ton itu? Apakah ada di gudang atau di lapangan?" tanya Hafiz.
Selama ini Bulog sebagai penyedia beras nasional mendapatkan pengadaan stok beras melalui pihak ketiga yakni melalui tengkulak dan penguasa lahan. Tentu seluruh produksi beras yang dihasilkan tidak semuanya akan diserahkan ke Bulog, akan ada permainan harga yang dilakukan oleh para tengkulak setelah lewatnya masa panen pada Februari - April dan Juli - Agustus, sehingga kesediaannya ada, tapi tentu dengan harga yang berbeda.
"Kita berharap Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bisa bekerja sama dalam memutus tata niaga hasil panen ke tengkulak. Sehingga serapan hasil gabah petani bisa langsung dibeli dan diolah langsung oleh Perum Bulog selaku penyedia beras nasional, kita rasa kita mampu mengolahnya. Masa kita kalah dengan para tengkulak," tegas Hafiz
Hal ini juga diharapkan bisa membantu kementerian terkait dalam penggunaan data yang valid. "Kita tidak ingin adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga kalaupun harus melakukan impor tentu berdasarkan kekurangan yang ada, sehingga petani tidak lagi merasa dirugikan akibat impor yang berlebihan," tutupnya.