Oleh : Hendra J Kede Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti (Organisasi Bantuan Hukum Terakreditasi Kemenkumham RI)
Wartapembaruan.co.id -- Tulisan ini merupakan jawaban penulis atas beberapa pertanyaan dari Sdr. Dr. Basril Basyar kepada penulis, baik tertulis maupun lisan.
Pertanyaan Pertama.
Apakah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PDPRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan Indonesia (KPWI) memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak disahkan dalam Konggres PWI XXIV yang diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah pada tahun 2018?
Jawab
Konggres menurut PDPRT PWI hasil Konggres PWI XXIII di Banjarmasin, Kalimantan Selatan tahun 2013, adalah forum tertinggi pengambil keputusan di PWI yang salah satu kewenangannya adalah dan tidak terbatas pada menetapkan PDPRT. Sehingga dengan demikian Konggres PWI XXIV di Solo berwenang menetapkan PDPRT, KEJ, dan KPW.
Syarat untuk sahnya PDPRT, KEJ, dan KPW hasil Konggres XXIV Solo adalah jika PDPRT, KEJ, dan KPW tersebut disahkan dalam Sidang Pleno Konggres ke XXIV yang diagendakan untuk itu dan mendapatkan persetujuan dari pemilik suara sesuai mekanisme pengambilan keputusan di Pleno Konggres XXIV PWI Solo tersebut.
Adanya peristiwa hukum ini haruslah dibuktikan dengan adanya Berita Acara Sidang Pleno yang ditandatangani oleh Pimpinan Sidang Pleno tersebut. Tanpa adanya Berita Acara Sidang Pleno dimaksud maka secara hukum haruslah dipandang tidak pernah ada Sidang Pleno dimaksud sehingga dan oleh karena itu Notaris tidak akan menerbitkan Akta Notaris Pengesahan PDPRT dan atau KEJ dan atau KPW sebagai produk Konggres PWI XXIV di Solo, Jawa Tengah, tahun 2018 dengan segala implikasi hukumnya.
Jika Sidang Pleno Konggres PWI XXIV di Solo, Jawa Tengah, tahun 2018 benar telah menetapkam sebuah PDPRT, KEJ, dan KPW maka untuk menjamin keberlakuannya sebagai Akta Otentik yang memiliki kekuatan pembuktian dan menjamin keasliannya dan menjamin dari kemungkinan perubahan dari aslinya, maka PDPRT, KEJ, dan KPW hasil Sidang Pleno Konggres PWI XXIV di Solo, Jawa Tengah, tahun 2018 tersebut haruslah segera di aktakan oleh Notaris dalam Akta Notaris.
Pertanyaan Kedua
Apalah sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat jika Kode Perilaku Wartawan (KPW) bukan diputuskan dan ditetapkan pada Konggres PWI, misal ditetapkan oleh rapat Dewan Kehormatan PWI Pusat?
Jawab
Tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat KPW yang bukan ditetapkan dan diputuskan oleh Rapat Pleno Konggres PWI XXIV di Solo tahun 2018, apalagi jika penetapan itu dilakukan dalam dan oleh rapat DK PWI Pusat.
Pasal 13 Ayat (2) huruf b Peraturan Dasar PWI menyatakan bahwa hanya dan hanya Konggres PWI yang berwenang memutuskan dan menetapkan KPW.
Jangankan rapat DK PWI Pusat, rapat pleno PWI Pusat sekalipun tidak berwenang menurut Peraturan Dasar PWI Pasal 13 Ayat (2) huruf b untuk memutuskan dan menetapkan KPW.
Pertanyaan Ketiga
Menurut berita LKBN Antara pada Selasa, 9 Juli 2019, jam 19.40 WIB melalui laman sumbar.antaranews.com yang mendasarkan beritanya kepada siaran pers PWI Pusat, KPW diputuskan dalam rapat DK PWI Pusat yang diselanggarakan di kantor PWI Pusat, Jln. Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Apakah dengan demikian KPW tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat?
Jawab
Merujuk pada Pasal 13 Ayat (2) huruf b Peraturan Dasar PWI maka KPW yang diputuskan dalam rapat DK PWI Pusat sebagaimana dimaksud itu jelas tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena hanya dan hanya Konggreslah yang berwenang memutuskan dan menetapkan KPW.
Pertanyaan Keempat
Asumsikan Konggres PWI XXIV di Solo, Jawa Tengah tahun 2018 telah memutuskan dan menetapkan PDPRT, KEJ, dan KPW. Apakah seseorang yang pernah menjabat Ketua PWI Provinsi 2 (dua) periode kemudian telah diselangi 1 (satu) periode oleh orang lain sebagai Ketua PWI Provinsi di provinsi yang sama, dapat dipilih kembali menjadi Ketua PWI Provinsi di provinsi yang sama dan tidak melanggar ketentuan Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Dasar PWI hasil Konggres PWI XXIV?
Jawab
Bunyi lengkap norma Pasal 26 Ayat (1) PD dimaksud sebagaimana dipublikasikam melalui laman web pwi.or.id tertanggal 20 Februari 2020 adalah sebagai berikut.
Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Dasar PWI : "Seseorang tidak boleh menduduki jabatan yang sama dalam kepengurusan PWI lebih dari dua kali masa jabatan secara berturut-turut."
Unsur unsur dalam pasal 26 Ayat (1) diatas adalah seseorang, tidak boleh menduduki jabatan yang sama dalam kepengurusan PWI, lebih dari dua kali masa jabatan, secara berturut-turut.
Kesemua unsur tersebut haruslah terpenuhi secara akumulatif untuk dapat diterapkan, tidak bisa alternatif.
Pertanyaan Kelima
Saya, Basril Basyar, pernah menjabat sebagai Ketua PWI Sumatera Barat 2 (dua) periode secara berturut-turut yaitu 2017-2011 dan 2011-2016. Kemudian diselingi 1 (satu) periode oleh bukan Basril Basyar sebagai Ketua. Apakah setelah periode yang bukan saya sebagai Ketua tersebut, saya dapat kembali dipilih sebagai Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat jika memperhatikan norma Pasal 26 Ayat (1) PD PWI?
Jawab
Mari kita urai masing-masing unsur yang bersifat akumulatif dari Pasal 26 Ayat (1) PD PWI dimaksud.
Unsur seseorang. Seseorang disini adalah Sdr. Dr. Basril Basyar.
Unsur tidak boleh menduduki jabatan yang sama dalam kepengurusan PWI. Jabatan yang sama dalam kepengurusan PWI yang dimaksud disini adalah jabatan Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat.
Unsur lebih dari dua kali masa jabatan. Dua kali yang dimaksud disini adalah dua kali masa jabatan kepengurusan sebagaimana diatur dalam PDPRT yang berlaku saat itu, dalam hal ini adalah dua kali masa jabatan Sdr. Dr. Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumatera Barat yaitu masa jabatan 2007-2011 dan masa jabatan 2011-2016.
Unsur secara berturut-turut. Berturut-turut yang dimaksud disini adalah setelah menyelesaikan jabatan Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat pada masa kepengurusan 2011-2016 langsung dipilih kembali untuk jabatan Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat untuk kepengurusan berikutnya. Sementara faktanya, telah terpilih Sdr. Heranof Firdaus sebagai Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat untuk periode masa kepengurusan setelah masa kepengurusan 2011-2016, yaitu periode 2017-2022.
Melihat dari unsur-unsur diatas, maka yang dilarang adalah keberturutannya melebihi dua masa kepengurusan, tidak selain dari pada itu. Sepanjang unsur keberturutannya tidak terpenuhi maka siapapun dapat menjadi Ketua PWI Provinsi berapapun periode kepengurusan tanpa batas.
Terkait kasus terpilihnya Sdr. Dr. Basril Basyar tersebut sebagai Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat pada Konferensi Provinsi PWI Sumatera Barat pada bulan Juli 2022 untuk masa kepengurusan 2022-2027, jelas-jelas tidak memenuhi unsur berturut-turut sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Dasar PWI sebagaimana dimaksud diatas. Sehingga dan oleh karena itu Sdr. Dr. Basril Basyar terpilih secara sah menurut hukum untuk mengemban jabatan Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat periode 2022-2027. Dan PWI Pusat punya kewajiban hukum untuk mengesahkannya secara administratif.
Pertanyaan Keenam
Apakah yang dimaksud norma Pasal 16 Ayat (2) KPW, jika memang KPW yang dipublikasikan pada laman pwi.or.id diputuskan dan ditetapkan Konggres PWI XXIV di Solo tahun 2018?
Jawab
Bunyi lengkap norma Pasal 16 Ayat (2) KPW dimaksud sebagaimana dipublikasikan melalui laman web pwi.or.id tertanggal 20 Februari 2020 adalah sebagai berikut.
Pasal 16 Ayat (2) KPW : Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan status sebagai pegawai tetap tidak dapat menjadi wartawan, kecuali Lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan jurnalistik seperti Lembaga Kantor Berita Nasiobal (LKBN) Antara, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan LPP RRI; Menjadi anggota kehormatan atau anggota luar biasa.
Unsur unsur dalam pasal tersebut adalah PNS status tetap, tidak dapat, menjadi wartawan, kecuali Lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan jurnalistik seperti Lembaga Kantor Berita Nasiobal (LKBN) Antara, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan LPP RRI; Menjadi anggota kehormatan atau anggota luar biasa.
Unsur PNS status tetap. Seseorang yang jelas-jelas telah diangkat oleh pejabat adminstratif yang berwenang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Unsur tidak dapat. Tidak dapat berarti seseorang yang belum menjadi maka tidak boleh menjadi. Unsur ini mengatur tentang seseorang yang sebelumnya bukan wartawan maka seseorang tersebut tidak dapat menjadi wartawan kalau memenuhi unsur yang pertama yaitu PNS.
Unsur wartawan. Unsur ini mengatur tentang seseorang yang sebelumnya bukan wartawan maka seseorang tersebut tidak dapat menjadi wartawan kalau memenuhi unsur yang pertama yaitu PNS.
Unsur pengecualian tidak dibahas disini karena tidak relevan.
Menurut hemat penulis, norma tersebut hanya diberlakukan bagi seseorang yang belum menjadi wartawan dan Anggota PWI. Itupun kalau KPW tersebut dipandang sah dan mengikat menurut hukum.
Pertanyaan Ketujuh
Bagaimana dengan seseorang PNS yang sudah menjadi wartawan dan menjadi Anggota PWI dan bahkan masih menjabat sebagai Pengurus PWI Provinsi sebelum aturan tersebut diberlakukan, apakah menjadi otomatis gugur statusnya sebagai wartawan dan kepengurusannya di PWI?
Jawab
Azas hukum non-retroaktif melarang keberlakuan surut dari suatu peraturan. Sehingga dan oleh karena itu ketentuan Pasal 16 Ayat (2) tersebut tidak belaku bagi seseorang yang sudah menjadi wartawan dan Anggota bahkan Pengurus PWI. Larangan keberlakuan surut ini bertujuan untuk menegakkan kepastian hukum bagi siapapun, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa yang merupakan tindak yang salah atau tidak.
Kecuali dengan jelas dan tegas dinyatakan dalam KPW tersebut bahwa keberlakuan Pasal 16 Ayat (2) ini otomatis menggugurkan status kewartawanan seseorang dan atau keanggotaan PWI seseorang dan atau kepengurusan PWI seseorang yang pada saat ketentuan Pasal 16 Ayat (2) disahkan adalah PNS yang telah menjadi wartawan dan Anggota PWI dan atau pengurus PWI.
Fakta hukumnya adalah tidak ada satupun pasal dalam PDPRT dan KPW hasil Konggres PWI XXIV di Solo tahun 2018 yang mengatur tentang bagaimana status Anggota bahkan Pengurus PWI yang saat Pasal 16 Ayat (2) KPW dberlakukan yang berstatus PNS.
Sebagai penutup jawaban atas pertanyaan ini, penulis mengingatkan tentang azas Transitoir dalam hukum yang pada prinsipnya menyatakan bahwa jikalau peraturan diubah, setelah perbuatan itu dilakukan maka kepada yang disangkakan melanggar dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya.
Jadi terkait dengan Sdr. Basril Basyar, ketentuan Pasal 16 Ayat (2) KPW ini tidak dapat diterapkan karena jelas merugikannya.
Pertanyaan Kedelapan
Bagaimana dengan DK PWI Pusat melalui surat yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris DK PWI Pusat, yaitu Sdr. Ilham Bintang dan Sdr. Sasongko Tedjo kepada Ketua Umum PWI Pusat nomor 41/SK-DK-PWI/VIII/2022 Perihal Keputusan Dewan Kehormatan PWI tertanggal 25 Juli 2022, padahal saudara, Dr. Basril Basyar, belum didengar penjelasan dan pembelaannya dalam sidang DK PWI Pusat?
Jawab
Mengasumsikan bahwa surat DK PWI kepada Ketua Umum PWI Pusat tersebut diatas dalam pertanyaan, yang dikirim kepada saya oleh Sdr. Dr
Basyir Basyar via pesan di WhatsApp (WA), adalah benar, setelah mempelajarinya saya berpendapat :
1. Surat tersebut aneh dalam hal penomeran. Biasanya kode angka romawi dalam nomer surat merujuk pada bulan apa surat tersebut dikeluarkan. Kode romawinya VIII, sehingga itu merujuk pada bulan Agustus, sementara tanggal suratnya 25 Juli 2022;
2. Isi surat tersebut tidak menjelaskan, rapat apa yang diselenggarakan oleh DK PWI pada hari Minggu tanggal 24 Juli 2022 tersebut. Apakah rapat biasa atau rapat terkait adanya dugaan pelanggaran KEJ dan atau KPW. Kedua rapat tersebut tentulah berbeda hukum acara dan akibat hukumnya;
3. Apakah DK PWI berwenang menurut hukum memutus terkait adanya dugaan pelanggaran PDPRT sebagaimana dinyatakan dalam angka 1 dalam surat tersebut? Pasal berapa dalam PDPRT yang memberi kewenangan kepada DK untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran PDPRT? Jika DK PWI tidak berwenang memeriksa dan memutus terkait dugaan pelanggaran PDPRT maka patut diduga DK sudah melampaui kewenangannya dengan mengeluarkan surat tersebut, khusus terkait pernyataan dalam surat tersebut pada angka 1 mengenai dugaan pelanggaran PDPRT.
4. Terkait dugaan pelanggaran KPW pada angka 1 dalam surat dimaksud, berdasarkan apa temuan itu didapatkan oleh DK PWI, apakah atas adanya laporan atau berdasarkan temuan sendiri oleh DK PWI? Kejadiannya hari Sabtu tanggal 23 Juli 2022 di Padang, Sumatera Barat, rapat untuk memeriksa dan langsung memutus diselenggarakan hari Minggu oleh DK PWI tanggal 24 Juli 2022 di Jakarta.
5. Jika berdasarkan laporan, harus dijelaskan siapa yang melapor, bukti permulaan apa yang dimiliki oleh pelapor?. Kemudian kapan dan bagaimana DK memeriksa laporan tersebut dan memeriksa bukti permulaan yang diajukan pelapor? Kapan dan bagaimana Terlapor diperiksa dan didengar pembelaannya? Pemeriksaan dugaan pelanggaran KEJ dan KPW haruslah dijalankan sesuai Hukum Acara yang ditetapkan oleh KPW tersebut dan Putusan haruslah berdassrkan fakta-fakta pesidangan yang diselenggarakan untuk itu. Tidak bisa dugaan pelanggaran KEJ dan KPW hanya berdasarka asumsi-asumsi dan pengetahuan subjektif DK PWI Pusat semata.
6. Jika berdasarkan temuan sendiri, bagaimana temuam sendiri itu didapatkan oleh DK PWI dan bukti apa yang dimiliki oleh DK PWI atas temuannya tersebut? Setelah ditemukan lantas bagaimana memeriksanya dan memutusnya sesuai Hukum Acara yang ditetapkan KPW?
7. Jika kejadiannya pada hari Sabtu tanggal 23 Juli 2022 merupakan waktu kejadian, bagaimana DK memeriksa sehingga hari Minggu tanggal 24 Juli 2022 sudah mengeluarkan Putusan?
8. Apakah dalam memeriksa dan memutus dugaan pelanggatan KPW tersebut DK sudah bekerja sesuai Hukum Acara pemeriksaan, setidaknya sebagaimana diamanahkan Pasal 22 Ayat (2) yang mewajibkan DK mendengarkan dalam persidangan penjelasan dan pembelaan terduga atau terlapor, dalam hal ini Sdr. Dr. Basril Basyar?
9. Jika poin 8 diatas belum dilaksanakan, maka surat tersebut patut diabaikan karena proses memeriksa dan memutus oleh DK PWI melanggar Hukum Acara yang ditetapkan sendiri oleh KPW tersebut untuk dilaksanakan DK, namun tidak dilaksanakan. Apalagi ada kesan tergesa-gesa dalam memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran KPW oleh Sdr. Dr. Basril Basyar.
10. Sdr. Dr. Basril Basar dapat melaporkan kembali bahwa, setidaknya, Ketua dan Sekretaris DK PWI yang menandatangani surat diatas karena telah melanggar KPW karena tidak melaksanakan Hukum Acara pemeriksaan sebagaimana ditentukan Pasal 22 Ayat (2) KPW, yaitu mendengar keterangan dan pembelaan Sdr. Dr. Basril Basyar dalam sidang yang dilaksanaka untuk itu.
Pertanyaan Kesembilan
Dapatkah saya, Dr. Basril Basar, mengambil langkah hukum ke pengadilan atau kepada penegak hukum?
Jawab
Terkait itu saya akan sampaikan pada kesempatan lain, baik ada tidaknya dugaan tindak pidana seperti dugaan pencemaran nama baik maupun ada tidaknya dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Saya pelajari lebih lanjut terlebih dahulu.
Demikian, terima kasih