Iklan

IHII Kritisi Terhadap Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Dalam UU P2SK

warta pembaruan
25 Desember 2022 | 1:08 AM WIB Last Updated 2022-12-24T18:08:17Z


Jakarta, Wartapembaruan.co.id
-  Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) mengungkapkan, Pemerintah dan DPR telah mensahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menjadi UU P2SK pada tanggal 15 Desember 2022 lalu.

Proses pembuatan UU P2SK menggunakan metode Omnibus Law yang menyasar beberapa UU di Sektor Keuangan, yang salah satunya adalah UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Ketua Umum IHII, Saepul Tavip, menjelaskan, proses pembuatan dan pengesahan UU P2SK relatif cepat, tertutup dan tidak melibatkan masyarakat termasuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), seperti pembuatan dan pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang pada akhirnya diputus Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

"Proses pembuatan UU P2SK sudah mengingkari isi Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembuatan Peraturan Perundangan. Pengesahan UU P2SK tanggal 15 Desember lalu dilakukan sebelum DPR melakukan reses ke daerah pemilihan," jelas Saepul Tavip,

Menurut Saepul Tavip, UU P2SK ini terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal. Bab XII UU P2SK memuat tentang Dana Pensiun, Program Jaminan Hari Tua (JHT), dan Program Pensiun yang terdiri dari 68 Pasal. Pasal 188 mengatur hal baru tentang JHT, dengan merevisi Pasal 36, 37 dan 38 UU SJSN. Demikian juga Pasal 189 menyasar Program Jaminan Pensiun yang diatur dalam UU SJSN.

Pasal 188 UU P2SK membagi dana JHT pada dua akun yaitu Akun Utama (AU) dan Akun Tambahan (AT), dengan komposisi AU lebih besar dari AT. Dana pada AU bisa dicairkan pada saat pekerja memasuki masa pensiun, cacat total tidak bisa bekerja kembali, serta meninggal dunia.

Sementara dana di AT bisa dicairkan sebagian atau seluruhnya bila ada kepentingan mendesak dari Pekerja.
Pasal 188 mengamanatkan pembentukan tiga Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP tentang besaran proporsi iuran yang ditempatkan pada AU dan AT, PP tentang manfaat jaminan hari tua serta hasil pengembangan dana JHT, dan PP tentang besaran iuran JHT.

"Masalah JHT menjadi masalah krusial bagi kalangan SP/SB dan Pekerja. Selama ini pekerja yang terPHK terbantu dengan dana JHT yang bisa dicairkan. Pengaturan baru tentang JHT di UU P2SK selayaknya harus mampu mendukung daya beli pekerja dan keluarganya paska mengalami PHK," ujar Saepul Tavip,

Oleh karena itu, lanjut dia, Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) menyatakan dan memberikan kritik dan saran atas pengesahan UU P2SK terkait dengan JHT dan JP, yaitu:

1. Mendesak Pemerintah agar melibatkan SP/SB dan membuka ruang negosiasi dalam pembahasan PP tentang JHT dan PP tentang Jaminan Pensiun yang diamanatkan UU P2SK.

2. Mengajak seluruh SP/SB untuk mengkritisi UU P2SK terkait program JHT dan JP, dan melakukan kajian serta usulan guna dimasukkan dalam PP JHT dan PP JP.

3. Meminta agar PP tentang Iuran JHT membuka ruang untuk top up iuran sehingga mendukung peningkatan jumlah Akun Utama dan Akun Tambahan, serta tidak membatasi upah sebagai basis perhitungan iuran JHT.

4. Mendesak PP tentang Manfaat JHT mengatur tentang manfaat layanan tambahan (MLT) untuk pangan dan transportasi yang menjadi kebutuhan utama pekerja. Selama ini JHT baru memberikan MLT perumahan kepada pekerja.

5. Mengenai PP tentang proporsi iuran di Akun Utama dan Akun Tambahan, kami mendesak agar Pemerintah menetapkan proporsi tersebut secara bijak sehingga pekerja mampu memenuhi kebutuhan hidup paska PHK dari dana di akun tambahan.

6. Mendorong PP tentang JHT mengatur tentang kepesertaan wajib program JHT bagi pekerja mikro, Pekerja Migran Indonesia, Pekerja Bukan Penerima Upah, Pekerja Jasa konstruksi dan pekerja Non-ASN.

7. Meminta Pemerintah cq. Kementerian Keuangan menghapuskan pajak progresif pada proses pencairan dana JHT.

8. Mendesak Pemerintah cq. Kementerian Ketenagakerjaan Cq. Pengawas Ketenagakerjaan meningkatkan kualitas pengawasan dan penegakkan hukum bagi perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya pada program JHT dan JP di BPJS Ketenagakerjaan.

9. Mendorong Pemerintah membuka ruang kepesertaan Jaminan Pensiun bagi pekerja bukan penerima upah sehingga Jaminan Pensiun bisa dinikmati oleh pekerja informal juga, termasuk mewajibkan Jaminan Pensiun bagi pekerja penerima upah di sektor kecil dan mikro. (Azwar)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • IHII Kritisi Terhadap Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Dalam UU P2SK

Trending Now

Iklan