Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Mahasiswa Indonesia (DPP PMI) hari ini Minggu (10/12) melaporkan Irjen.Pol Drs. Lotharia Latif (Kapolda Maluku), Kombes. Pol Drs. H. M. Rum Ohoirat (Kabid Humas Polda Maluku), Kombes. Pol Raja Arthur Lumongga S.I.K (Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau – pulau Lease), Kompol Senja Pratama, S.H., S.I.K (Kasat Lantas Pulau Ambon dan pulau – pulauy Lease), Aipda Novi Sipahelut, S.Sos (Penyidik Pembantu), Bripka Andrian Monjel (Penyidik Pembantu) ke divisi Propam Mabes POLRI Terkait indikasi Kelalaian dalam penanganan kasus Tabrak Lari yang menghilangkan nyawa seorang Mahasiswa Kesehatan Stikes Bakti Husada Maluku. Kejadian yang terjadi pada Hari Minggu 4 september 2022 ini belum juga menemui titik terang. Ketua umum partai mahasiswa indonesia, Eko Pratama mengatakan "sudah 3 bulan kasus ini berjalan, tapi belum juga menemui titik terang, kita menduga ada penyimpangan yang terjadi dalam penanganan kasus ini, kita hanya ingin minta keadilan untuk keluarga korban" kata eko.
Pihak keluarga korban melaporkan kejadian tesebut ke Polres Ambon. Namun, proses hukumnya terhenti di tahap penyelidikan. Ini terjadi dikarenakan Polisi menganggap bahwa belum ditemukannya bukti permulaan yang cukup, hal ini tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 3 oktober 2022. Pihak kepolisian melalui SP2HP juga menyatakan bahwa tidak ada saksi fakta yang mengetahui secara langsung dan petunjuk yang menggambarkan suatu perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan peristiwa itu sendiri yang dapat menandakan bahwa peristiwa dugaan tabrak lari tersebut melibatkan pengguna jalan lain. Dengan demikian pihak Kepolisian Resort Ambon menyatakan bahwa proses penanganan perkara belum bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“ pihak keluarga dan DPD PMI Maluku punya bukti yang kuat, kita juga punya saksi yang berada di TKP, Menurut KUHAP pada pasal 1 angka 27 ialah yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Jika kita mengacu padal pasal 1 angka 27, saksi tidak selalu yang melihat secara jelas dan nyata peristiwa pidana. Sehingga meskipun saksi hanya sekadar mendengar tetap dapat membuat suatu perkara terang benderang dan kedudukannya sama dengan saksi yang lainnya. Jadi menurut kita seharusnya kasus ini sudah bisa di selesaikan dari jauh – jauh hari”. Kata Eko
Kepolisian Resort Ambon menganggap bahwa tidak ada satupun petunjuk yang menggambarkan suatu perbuatan. Padahal terdapat rekaman Closed Circuit Television (CCTV). seolah-olah rekaman CCTV tidak dipertimbangkan oleh Kepolisian Resort Ambon, padahal CCTV adalah alat bukti perluasan dari pasal 184 KUHAP dan merupakan alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 44 UU No. 19 Tahun 2016 Jo. UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016.
"Di kesempatan yang lain, Humas Polda Maluku juga membuat statement ketika audiensi bersama keluarga korban pada saat aksi massa pada tanggal 30 November 2022 oleh Himpunan Mahasiswa Kesehatan Seram Bagian Timur, dia mengatakan bahwa kondisi sepeda motor korban dalam keadaan rusak parah, sedangkan faktanya keadaan motor korban sama sekali tidak mengalami kerusakan. Dengan adanya saksi-saksi yang dihadirkan dan bukti rekaman CCTV, kami menganggap bahwa sudah sepantasnya tahap penyelidikan dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan," kata Eko.
Eko Menambahkan, “Dugaan kita ada kelalaian/ penyimpangan dalam penanganan kasus ini, kita minta Kadiv Propam POLRI bisa mengusut tuntas kasus ini, dan kita berharap oknum – oknum terkait yang melakukan kelalaian/penyimpangan pada kasus ini segera diberikan sanksi tegas.”
“ pihak keluarga dan DPD PMI Maluku punya bukti yang kuat, kita juga punya saksi yang berada di TKP, Menurut KUHAP pada pasal 1 angka 27 ialah yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Jika kita mengacu padal pasal 1 angka 27, saksi tidak selalu yang melihat secara jelas dan nyata peristiwa pidana. Sehingga meskipun saksi hanya sekadar mendengar tetap dapat membuat suatu perkara terang benderang dan kedudukannya sama dengan saksi yang lainnya. Jadi menurut kita seharusnya kasus ini sudah bisa di selesaikan dari jauh – jauh hari”. Kata Eko
Kepolisian Resort Ambon menganggap bahwa tidak ada satupun petunjuk yang menggambarkan suatu perbuatan. Padahal terdapat rekaman Closed Circuit Television (CCTV). seolah-olah rekaman CCTV tidak dipertimbangkan oleh Kepolisian Resort Ambon, padahal CCTV adalah alat bukti perluasan dari pasal 184 KUHAP dan merupakan alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 44 UU No. 19 Tahun 2016 Jo. UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016.
"Di kesempatan yang lain, Humas Polda Maluku juga membuat statement ketika audiensi bersama keluarga korban pada saat aksi massa pada tanggal 30 November 2022 oleh Himpunan Mahasiswa Kesehatan Seram Bagian Timur, dia mengatakan bahwa kondisi sepeda motor korban dalam keadaan rusak parah, sedangkan faktanya keadaan motor korban sama sekali tidak mengalami kerusakan. Dengan adanya saksi-saksi yang dihadirkan dan bukti rekaman CCTV, kami menganggap bahwa sudah sepantasnya tahap penyelidikan dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan," kata Eko.
Eko Menambahkan, “Dugaan kita ada kelalaian/ penyimpangan dalam penanganan kasus ini, kita minta Kadiv Propam POLRI bisa mengusut tuntas kasus ini, dan kita berharap oknum – oknum terkait yang melakukan kelalaian/penyimpangan pada kasus ini segera diberikan sanksi tegas.”