JAKARTA, Wartapembaruan.co.id - Political and Public Policy Studies (P3S) dan esensinews.com menggelar diskusi daring terkait calon presiden pada pilpres 2024 pada Kamis (3/11/2022) yang diisi para pakar antara lain Muslim Arbi (pengamat politik), Jerry Massie (pakar politik), Anthony Budiawan (pakar ekonomi), Ray Rangkuti (Koordintor LIMA) dan Marwan Batubara (Direktur IRESS).Pengertian oligarki dijelaskan oleh Bung Marbun sebagai moderator, merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
Muslim Arbi (pengamat politik)mengatakan pola-pola pencitraan dengan masif. Ganjar Pranowo, Anies Basweldan, PDI Perjuangan belum menentukan calon. Dicitrakan dengan pembingkaian dengan sumber daya dalam hal ini dana yang besar. Oligarki melakukan pola-pola pencitraan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas.
“Partai politik banyak yang gagal untuk pengkaderan pemimpin yang berkualitas. Banyak sekali pemimpin yang berkualitas namun dengan adanya presidential threshold yang tinggi tidak ada peluang kandidat berkualitas untuk mencalonkan jadi presiden,” ujar Muslim Arbi.
Anthony Budiawan (pakar ekonomi) mengatakan rakyat ingin perubahan. “Kita rindu dipimpin oleh pemimpin yang adil, hukum bisa diterapkan kepada semua golongan. Hukum telah dimasuki oleh Politik. Tetapi sistem masih belum berpihak untuk pilihan presiden 2024,” jelasnya.
Prediksi Anthony Budiawan setidaknya ada 3 pasangan pilpres. Hal ini setidaknya disebabkan oleh empat hal, mulai dari tata kelola partai politik yang belum demokratis, regulasi, penegakan hukum lemah, hingga kesadaran masyarakat yang rendah.
Oligarki berasal dari bahasa Yunani, “oligarkhes”, yang berarti sedikit yang memerintah. Di dalam ilmu negara, banyak konsep tentang oligarki. Konsep filsuf Plato. Teorinya menyebutkan bahwa oligarki merupakan bentuk pemerosotan dari pemerintahan aristokrasi, pemerintahan yang dipimpin cerdik pandai menjadi dipimpin segolongan kecil yang memerintah demi kepentingan golongan itu sendiri.
Direktur P3S, DR Jerry Massie Ph.D.,mengatakan pentingnya publik paham akan bahaya capres didanai kelompok oligarki. Awal pemilu 1955 bebas dari gurita dan cengkeraman oligarki. Namun hal itu, jauh berbeda dengan pesta demokrasi pemilu belakangan ini.
“Untuk logistik pilpres butuh logistik. Terdapat celah ada peluang kaum borjuis (pemodal) untuk memberikan bantuan logistik. Mereka punya sasaran dan tujuan menguasai aset-aset di negeri ini. Ini menjadi ancaman kelangsungan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
“Anti Oligarkhi tidak disukai, tidak mempunyai dana. Namun mereka kaya pemikiran. Namun sulit untuk dilirik partai politik yang mempunyai daya untuk mencalonkan presiden,” tutur Jerry Massie.
Marwan Batubara (Direktur IRESS) mengungkapkan target mereka mendominasi kekuasaan dan beberapa manfaat, dan aman dari gugatan hukum. “Makin ke belakang semakin kuat cengkeramnya dari sisi uang dan kekuasaan dan aturan yang mereka buat,” tegasnya.
Ray Rangkuti (Koordintor LIMA) menjelaskan terkait isu oligarkhi dan politik identitas. Oligarkhi perkawinan antara kaum pemodal dan penguasa. “Model Oligarkhi tersebut model oligarkhi Cipil, tidak menggunakan kekuatan senjata dan ekonomi tapi dengan sumber-sumber kekuasaan yang mereka miliki. Masuk melalui legislatif, pilkada. Mereka akan mengikuti kontestasi politik sehingga akan menguasai dengan mengikuti,” ungkapnya.
“Mencegahnya secara frontal sangat sulit. Hanya kita hanya bisa melihat ciri-ciri Capres yang didukung oleh Oligarkhi,” ujar Ray Rangkuti.
Ciri Oligarkhi menurut Ray Rangkuti (Koordintor LIMA), calon presiden mereka mempunyai menyembunyikan laporan dana kampanye. Apalagi akan keliling ke Indonesia menggunakan dana cukup besar. Jika menyembunyikan berarti dia masuk.
“Mendukung Omnisbus law yang menyengsarakan rakyat. Apalagi kepala daerah akan banyak terjebak dengan Undang-undang tersebut disebabkan menyengsarakan rakyat tidak akan terpilih. Melakukan pembatasam kepemilikan tanah. Jika terlalu berlebih akan dibagikan kepada rakyat. Tidak diusung oleh partai politik yang tidak terlibat nepotisme. Reformasi di partai politik, apalagi sekarang ini partai politik dikuasai oleh keluarga. Nepotisme mendominasi. Keberanian kelanjutan pemindahan ibukota baru. Salah satu untuk mendistribusikan kekuasaan ke wilayah Indonesia,” ungkapnya lagi..
Ray Rangkuti (Koordintor LIMA) mengatakan terkait masa depan kekuasaan harus dibagi kekuasaan ke berbagai wilayah di Indonesia. Tranparansi dana kampanye, masuknya dana pengusaha melalui partai politik. KPU harus fokus pada dana-dana masuk dari pihak lain dengan dana yang cukup besar.
“Presiden Treshod harus ditiadakan, masuknya oligarkhi. Partai politik didirikan oleh orang kaya. Menolak nepotisme politik. Reformasi partai politik jangan sampai menjadi milik pribadi milik publik. Tranparansi dana kampanye. Mempertahankan pemilihan langsung,” Ray Rangkuti (Koordintor LIMA)
Anthoni Budiawan menanggapi pendapat Ray Rangkuti dengan pemindahan IKN akan terjadi pemeratan ekonomi dengan membandingkan dengan ibukota China Beijing, kota yang mempunyai pendapatan tinggi berada jauh dari ibukota Beijing.