Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika didampingi Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumbar, Yefri Heriani |
Yeka menegaskan bahwa Ombudsman RI telah menggali secara mendalam permasalahan yang dihadapi oleh para petani sebagai penerima pupuk bersubsidi melalui audiensi yang melibatkan petani dan kelompok tani, penyuluh pertanian, kios pengecer, distributor di wilayah Sumatera Barat, dan pihak HIMBARA (Bank Mandiri) secara simultan dalam kunjungan kerja selama 5 (lima) hari pada 14-18 November 2022. Ombudsman RI juga menggandeng Kementerian Pertanian RI selaku regulator program Pupuk Bersubsidi dan PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku operator untuk turut hadir mendengar langsung keluhan masyarakat sebagai penerima manfaat program Pupuk Bersubsidi.
Berdasakan hasil audiensi, didapati beberapa hal yang menjadi keluhan masyarakat di wilayah Sumatera Barat, antara lain:
Ketidakmerataan distribusi Pupuk Bersubsidi di berbagai wilayah di Sumatera Barat;
Ketimpangan antara biaya produksi dengan hasil panen, dimana biaya produksi lebih besar dibanding hasil panen yang didapatkan;
Besarnya tambahan biaya transportasi penyaluran Pupuk Bersubsidi, khususnya di Kepulauan Mentawai dan beberapa daerah lainnya yang memerlukan akses tambahan selain jalur darat;
Ketidaksesuaian jadwal kedatangan Pupuk Bersubsidi dengan masa tanam para petani;
Tidak adanya transparansi informasi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) di lapangan khususnya pada Kios Pengecer mengingat yang dipegang masih berupa data usulan kebutuhan bukan data alokasi pupuk bersubsidi;
Persoalan Kartu Tani antara lain tidak aktif, hilang, lupa pin atau pun tidak bisa digunakan yang disebabkan minimnya informasi yang diterima Petani/Poktan;
Penggunaan mesin EDC sebagai alat transaksi yang masih belum efisien dan terkendala jaringan/sinyal pada beberapa lokasi;
Terbatasnya ketersediaan alokasi Pupuk Bersubsidi jenis NPK sebagai penerapan hasil kajian Unit Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Litbang Kementan) RI terhadap kondisi pertanahan pertanian di Indonesia.
Selain itu, Yeka menilai bahwa penggunaan Kartu Tani dalam penebusan pupuk bersubsidi dinilai dipaksakan, sebagaimana terbitnya Surat Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian perihal Penyaluran Pupuk Bersubsidi menggunakan Kartu Tani Nomor pada tanggal 21 September 2022 yang mengamanatkan dalam penebusan pupuk bersubsidi per 1 Oktober 2022 akan menggunakan Kartu Tani yang kemudian dilakukan pengunduran waktu menjadi per tanggal 1 Januari 2023.
Hal ini didukung juga data dari Bank Mandiri, bahwa per bulan Oktober 2022 sebanyak 146.000 dari 372.000 target pendistribusian Kartu Tani di Kota Padang belum terdistribusi dengan salah satu hambatan utamanya yaitu kesulitan melakukan pendistribusian secara langsung kepada petani. Namun di tahun 2022 kembali digenjot pendistribusian setelah terbit Surat Edaran Kementerian Pertanian mengenai penggunaan Kartu Tani. Tercatat per Oktober hingga November 2022 telah tersalurkan 20.000 kartu.
Selain itu, mengenai validitas pendataan petani penerima pupuk bersubsidi juga perlu menjadi fokus mengingat tahun 2024 akan mulai diterapkan program Subsidi Langsung Pupuk (SLP). Hal tersebut perlu disiapkan kematangan programnya, mengingat permasalahan utama pendataan adalah validitas datanya.
Atas hal tersebut, Ombudsman RI melakukan uji petik data ke lapangan guna mengkonfirmasi data pada e-RDKK dengan kondisi riil petani. Adapun pengambilan data tersebut, meliputi:
Skema pendataan luasan lahan dan usulan kebutuhan pupuk bersubsidi oleh Penyuluh kepada Petani/Poktan;
Pengecekan terhadap data luas lahan pada e-RDKK merujuk dari keterangan petani, Ketua Poktan, pengecekan/pengukuran secara langsung pada lahan Garapan, dan pengecekan dokumen merujuk pada kepemilikan dokumen terkait penguasaan lahan tanam;
Pengecekan terhadap usulan kebutuhan dan jumlah penebusan pupuk bersubsidi jenis NPK berdasarkan data e-RDKK dengan keterangan Petani, Ketua Poktan, Penyuluh Pertanian;
Pengumpulan informasi mengenai kepemilikan Kartu Tani dan sejauh apa sosialisasi yang telah dilakukan Pemerintah kaitannya dengan manfaat dan kemudahan penebusan menggunakan Kartu Tani;
Pengumpulan informasi mengenai penebusan pupuk bersubsidi (Urea dan NPK) dilakukan secara mandiri oleh Petani atau kolektif melalui Poktan atau Kios Pengecer;
Pengumpulan informasi mekanisme penebusan pupuk bersubsidi (Urea dan NPK) dilakukan dengan menggunakan (i) Kartu Tani, (ii) KTP/KK, (iii) ada mekanisme lain yang diterapkan oleh kios pengecer;
Harapan Petani/Poktan terhadap mekanisme penebusan pupuk bersubsidi ke depan.
Yeka menambahkan, permasalahan penyaluran Kartu Tani, jika tidak diselesaikan akan berdampak terhadap mandeknya penerapan program Subsidi Langsung Pupuk (SLP) di tahun 2024. Pihak Kementan hasus mempersiapkan dengan matang validasi pendataan penerima pupuk bersubsidi yang tepat sasaran.
"Goal Ombudsman RI hanya satu, yakni di 2023 bagi petani yang terdaftar di RDKK atau sudah mendapatkan Kartu Tani harus mendapatkan Pupuk Bersubsidi, bukan siapa cepat dia dapat," tegas Yeka.
Selain itu, Yeka juga menyatakan bahwa perlu adanya pengambilan kebijakan melalui prosedurbottom up terkait keseragaman jenis pupuk yang disalurkan, sehingga petani lokal khususnya kelompok tani hortikultura dapat mengusulkan komoditas pupuk subsidi yang diperoleh.
Atas kondisi yang demikian, maka Ombudsman RI sedang menginisiasi dilakukannya pemeriksaan terhadap dugaan maladministrasi dalam pendataan dan penebusan Pupuk Bersubsidi menggunakan Kartu Tani dengan pengambilan data dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta uji petik di Banten, Bengkulu, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan terakhir di Sumatera Barat. Besar harapannya lahir opsi solusi dari permasalahan pada Program Pupuk Bersubsidi yang berkepanjangan di Republik ini. (*)