Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Adat dan perempuan adalah dua unsur yang tak terpisahkan satu sama lain. Sering perempuan dituding dan disalahkan karena alasan adat yang turun menurun. Perempuan juga diberi peran yang terbatas, bahkan tidak sama sekali, dalam kehidupan social kemasyarakatan, karena alasan adat yang terus dilestarikan dan berkembang dengan baik.Mungkin tidak jadi masalah, jika adat dijadikan hukum selagi masih adil terhadap baik laki-laki maupun perempuan. Namun, di banyak kalangan masyarakat dan lingkungan sosial yang dijadikan aturan dalam kehidupan bermasyarakat, selalu menepatkan perempuan pada posisi kedua atu pada ranah kehidupan domestic.
Hambatan kultur sosial dan masyarakat yang dimaksud ialah adanya pandangan masyarakat yang menilai perempuan tidak seharusnya untuk terjun pada urusan karir, terlebih perempuan dianggap tidak layak bekerja di sector public yang “keras”, kompetitif, dan rasional, perempuan yamg bekerjaa di public, membangun karir, dan berkompetisi dengan laki-laki dianggap menyalahi kodrat.
Pandangan itu mengakibat perempuan tidak mendapat dukungan diberbagai langkahnya dalam memasuki dunia yang sejajar dengan kaum laki-laki. Hal ini juga menjadi faktor rendahnya dukungan kepada calon pemimpin perempuan karena dinilai tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin.
Bila dikaji dan diperhatikan lebih luas, perempuan bukanlah makhluk yang lemah,namun ia mampu berkompetisi dengan kaum laki-laki bahkan perempuan mampu berjalan sejajar dengan laki-laki. Dapat dilihat dari perjalanan karier Febrianty Eddy yang merupakan presiden direktur sekaligus Chief Executifve Office (CEO) PT. Value Indonesia Tbk setelah pengangkatannnya disetujui dalam rapat umum pemegang saham tahunan 29 April 2011 lalu. Febrianty menjadi permpuan pertama di Indonesia yang menjabat sebagai CEO sekaligus direktur perusahaan industri pertambangan mineral.
Wanita inspiratif Indonesia lainnya yang tak kalah hebat membuktikan bahwa perempuan dapat berkompetisi dengan laki-laki tanpa menyalahi kodrat perempuan itu sendiri, yaitu Dr. Carina yang merupakan ilmuwan Indonesia yang berhasil memproduksi vaksin AstraZeneca. Perlu diketahui bahwa vaksin ini merupakan salah satu vaksin covid-19 yang digunakan di berbagai negara. Satu pemilik paten dari vaksin ini Yaitu Dr. Carina.
Hambatan psikologi yang ada pada diri perempuan ialah rendahnya rasa percaya diri dalam bersaing dengan laki-laki dalam ruang public. Hal ini terkait juga dengan hambatan cultural yang ada yang mana sangat memengaruhi perempuan sehingga memiliki pola pikir tersebut. Rasa percaya diri yang rendah ini mengakibat perempuan untuk enggan dalam melanjutkan proses kehidupannya dalam jalan yang sama dengan laki-laki.
Permasalaahan perempuan senantiasa berkembang seiring dengan perubahan masyarakat. Pemikiran-pemikiran yang bersifat mendalam sangat diperlukan, mengingat permasalahan tersebut merupakan hal sangat mendasar dan menuntut keluasan peran dan fukngsi perempuan. Pada gilirannya perempuan yang berkualitaslah yang dapat menjawabnya.
Sadar akan permasalahan yang diuraikan di atas, maka Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melalui korps HMI wati (KOHATI) yang telah berusaha berperan aktif dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya mahasiswi Islam dalam berbagai aspek yang terkait dengan masalah-masalah perempuan secara akademis maupun membangun mindset yang maju, dalam upaya menuju tatanan masyarakat adil makmur.
Upaya yang dilakukan oleh para Kohati-HMI, tak lain dan tak bukan adalah bentuk ikhtiari dalam mengubah stigma masyarkat tentang perempuan yang selama ini menghambat ruang gerak para generasi perempuan dimasa yang akan datangi.
Sebagai sebuah organisasi kader, HMI memiliki wadah pembinaan HMI Wati yang sangat tepat bagi HMI untuk siap menghadapai masa pasca mahasiswa, dengan keberadaan wadah KOHATI, HMI Wati mempunyai laboratarium khusus tempat melakukan riset dan pendalaman ilmu mengenai hal-hal yang tidak dapat dibangku kuliah, namun bermanfaat untuk kehidupan kelak.
Peran kum perempuan di HMI diklasifikasikan pada perannya sebagai mahasiswi dan muslimah insan cita sebagaimana rumusan tujuan HMI. Dengan statusnya ini, HMI Wati berjalan menyesuaikan dan melaksanakan program kerja yang akan dilaksanakan, kepedulian atau peka terhadapat kondisi social, lingkungan, dan hal lainnya.
KOHATI termasuk salah satu lembaga HMI yang ikuut serta memperjuangkan peran perempuan guna meningkatkan kapasitsa dan kapabilitas untuk kehidupannya yang lebih baik ditengah-tengah pandangan masyarakat, yang beranggapan bahwasanya perempuan subordinat. Ditempahnya perempuan-perempuan seperti ini berarti selangkah lebih maju guna memperjuangkan hak-hak perempuan.
Kohati di HMI juga berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dalam meningkatkan kemandirian perempuan dengan memperhatikan beberapa aspek dimensi pemberdayaan, yaitu meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan akses, serta meningkatkan kesadaran kritis.
Strategi pembangunan saat ini, dalam rangka untuk memberdayakan perempuan guna meminimalisir pandangan masyarakat bahwasanya perempuan sebagai subordinat bagi laki-laki didalam sebuah organisasi sudah seharusnya kita pahami bersama bahwasanya perempuan mampu berdiri sebagai insane yang berpikir membangun organisasi yang memiliki kualitas. Perempuan juga mampu mengambil peran laki-laki dalam dunia organisasi, artinya perempuan mampu berperan aktif bersama laki-laki dalam mengkontruksi organisasi baik dalam kekuasaan organisasi maupun tindakan organisasi.
HMI sebagai sebuah organisasi tidak ketinggalan dengan isu-isuyang ada saat ini. Perempuan kerap menjadi sebuah perbincangan dalam diskusi HMI. Dengan menungkatkan kebebasan ruang gerak perempuan diberikan akses dan control kepada kader perempuannya dalam hal pengambilan keputusan organisasi. Kader perempuan dikatakan memiliki akses ketika mereka diberi hak suara dan diperhitungkan pendapatnya dalam pengambilan suara.
Oleh : Rahmadana
Kader HMI Wati Komisariat Hukum Unimal
Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara