Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Pengamat Ketenagakerjaan yang juga Sekjen OPSI, Timboel Diregar, mengemukakan, Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) yang diselenggarakan Badan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau lebih dikenal dengan BPJamsostek, saat ini kurang mendapat dukungan pemerintah daerah. Oleh karenanya, sudah selayaknya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Program Jaminan Kematian (JKm) serta Program Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi program strategis nasional yang harus didukung oleh pemerintah daerah (Pemda).Kepesertaan di BPJamsostek harus menjadi perhatian dan mendapat dukungan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) yang diinstruksikan dalam Inpres No. 2 Tahun 2021 sehingga kepesertaan bisa ditingkatkan secara signifikan. Ada 26 K/L yang harus mendukung kepesertaan pekerja di BPJamsostek.
Demikian juga ada 30 K/L yang diinstruksi dalam Inpres No. 1 Tahun 2022 yang harus mendukung kepesertaan di Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan sehingga kepesertaan aktif bisa mencapai 98 persen rakyat Indonesia di tahun 2024.
Menurut Timboel Siregar, kepesertaan pekerja di BPJamsostek relatif masih rendah.Tercatat di Agustus 2022, menurut BPS, jumlah pekerja formal sebanyak 55,06 juta orang dan pekerja informal sebanyak 80,24 juta orang. Sementara itu per akhir Oktober 2022, jumlah pekerja penerima upah (pekerja formal) yang menjadi peserta aktif di BPJamsostek sebanyak 22,323,720 orang, pekerja bukan penerima upah (informal) sebanyak 4,955,345 orang, pekerja jasa konstruksi 8,915,873 orang dan pekerja migran Indonesia 281.698 orang.
Kepesertaan pekerja formal di JKN masih sekitar 17 juta pekerja, sementara peserta bukan penerima upah yang aktif sebanyak 14.596.706 orang dan peserta bukan penerima upah yang non aktif sebanyak 16.375.266 orang.
Dengan prinsip kepersertaan wajib namun masih banyaknya pekerja formal yang belum menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan cq. Pengawas Ketenagakerjaan. Selain itu sanksi tidak mendapatkan layanan public yang diamanatkan PP No. 86 Tahun 2013 belum didukung oleh Kementerian/Lembaga (K/L) yang menyelenggarakan pelayanan publik," ujar Timboel.
Sementara itu, lanjut dia, masih rendahnya kepesertaan bagi pekerja informal disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan edukasi, termasuk belum diterapkannya sanksi tidak mendapatkan layanan public yang diamanatkan PP No. 86 Tahun 2013.
Untuk pekerja bukan penerima upah (atau pekerja informal) wajib ikut JKN, JKK dan JKm, serta berhak ikut JHT. Pekerja informal belum bisa menjadi peserta JP dan JKP. Ini merupaka diskriminasi yang dialami pekerja informal untuk mengakses JP dan JKP.
Saya yakin bila Inpres No.2 tahun 2021 dan Inpres No. 1 tahun 2022 dilaksanakan oleh seluruh K/L yang diinstruksikan maka kepesertaan di kedua BPJS akan meningkat secara signifikan. Hal ini menjadi point penting agar semakin banyak rakyat Indonesia yang dilindungi oleh seluruh Program jaminan sosial, ucap Timboel.
Kehadiran jaminan sosial sangat berperan mendukung kesejahteraan masyarakat Indonesia. Manfaat baik ini berawal dari lahirnya Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang memposisikan setiap orang berhak atas jaminan sosial, dan Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Amanat kedua pasal tersebut melahirkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diikuti lahirnya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Salah satu prinsip dalam kedua UU ini adalah kepesertaan wajib.
Mengacu pada Perpres No. 109 tahun 2013, Perpres No. 82 tahun 2018, PP No. 44 tahun 2015, PPP No. 45 tahun 2015 dan PP No. 46 Tahun 2015 seluruh pekerja formal (penerima upah) wajib mengikuti seluruh program jaminan sosial yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola oleh BPJamsostek. Khusus untuk pekerja formal di perusahaan skala kecil berhak ikut JP, sementara di sektor mikro berhak ikut JP dan JHT.
Khusus untuk pekerja ojek online (ojol), Pasal 31 ayat (3) Permenaker no. 5 tahun 2021 mewajikan pekerja dengan perjanjian kemitraan seperti pekerja ojol ini diikutkan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dan mengacu pada Pasal 34 Permenaker No. 5 Tahun 2021 ini kepesertaan pekerja ojol ini harus dipastikan oleh pihak penyedia layanan melalui kemitraan, yaitu manajemen aplikator.
Permenaker No. 5 ini diperkuat oleh Inpres No. 2 Tahun 2021 yaitu Kementerian Perhubungan diinstruksikan untuk mendorong setiap pemberi kerja dan pekerja pada sektor perhubungan laut, darat dan udara termasuk transportasi dalam jaringan (online) menjadi peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Namun Permenaker No. 5 tahun 2021 dan Inpres No. 2 tahun 2021 tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan sehingga masih banyak pekerja ojol yang belum menjadi perserta di BPJS Ketenagakerjaan.
Terkait pekerja informal miskin, hingga saat ini Pemerintah Pusat belum mengimplementasikan program JKK, JKm dan JHT bagi pekerja informal miskin. Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN mengamanatkan Pemerintah mendaftarkan masyarakat miskin ke program jaminan sosial. Selama ini Pemerintah baru menerapkannya di JKN dengan skema PBI (Penerima Bantuan Iuran), sementara PBI untuk JKK-JKm dan JHT belum dilaksanakan.
Presiden harus mengevaluasi pelaksanaan Inpres No. 2 tahun 2021 dan Inpres No. 1 tahun 2022, termasuk memberikan peringatan kepada K/L yang belum serius menjalankan kedua Inpres tersebut.
Presiden harus segera mengimplementasikan PBI untuk JKK, JKm dan JHT. Paling tidak untuk PBI JKK dan JKm segera dilaksanakan 1 Januari 2023, dan JHT dilaksanakan bertahap.
Kesejahteraan rakyat Indonesia akan didukung oleh kehadiran program jaminan sosial, dan oleh karenanya seluruh K/L harus serius meningkatkan kepesertaan jaminan sosial. (Azwar)