Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Menanggapi rencana pengaturan jam kerja di Jakarta, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan bahwa hal ini bukan persoalan sepakat atau tidak. Tetapi lebih kepada apakah kebijakan ini akan mengganggu ritme bisnis dan ritme sosial para pekerja, atau tidak?"Dari sisi perusahaan, mereka punya kewajiban delivery on time untuk mengirim produk dan jasanya, terutama yang orientasi ekspor. Jam kerja negara tujuan ekspor tentu berbeda dengan jam kerja di Indonesia," ucap Said Iqbal, Selasa (25/10).
"Misal di Jepang dan Eropa masih pagi tapi di Indonesia sudah malam. Sehingga ritme jam kerja operasional pabrik dan pekerjaan administrasi perusahaan akan terganggu," lanjutnya.
Sementara dari sisi pekerja, jelas sangat memberatkan dikarenakan mayoritas pekerja di Jakarta adalah masyarakat urban yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Mereka kebanyakan tinggal di Bodetabek. Sehingga ritme sosial dan jam tidur/istirahat pasti terganggu.
"Yang kena jam kerja pagi pasti berangkat pagi-pagi sekali sehingga mengabaikan peran anaknya yang harus berangkat sekolah. Dan yang terkena jam kerja agak siang pasti pulangnya malam sekali sehingga jam tidur mereka dan keluarga bisa terganggu," tuturnya.
Kemudian dia melanjutkan, dengan ritme kerja seperti ini, pada akhirnya produktivitas pekerja akan menurun.
Menurut Said Iqbal, sebaiknya bersabar sedikit agar Pemda DKI menuntaskan dan memperluas sistem transportasi publik massal yang terkoneksi dan terintegrasi meliputi Trans Jakarta, LRT, MRT, hingga mengcover area Jabodetabek. Dan itu sedang dikerjakan oleh pemerintah.
"Dengan kebijakan apapun, pasti kemacetan tetap ada selama produksi mobil dan motor tidak dikontrol dengan tidak diimbangi pengembangan ratio ruas jalan dan sistem mass public transportation seperti yg dilakukan di Geneva Swiss," pungkas Said Iqbal. (Azwar)