Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada 17 Oktober 2022. UU tersebut tercatat sebagai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Arya Sandhiyudha merespon positif penandatanganan Undang-undang tersebut, dan menegaskan kesiapan lembaganya untuk melaksanakan substansi UU PDP yang berkaitan dengan Badan Publik.
"UU PDP ini punya irisan substansi dengan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, terutama bagaimana Pemerintah dan Badan Publik melindungi data pribadi," ucap Arya melalui pernyataan pers di Jakarta, Rabu (19/10).
Arya menjelaskan, UU Nomor 14 Tahun 2014 memberikan penekanan khusus pada Pemerintah dan Badan Publik. "Kalau UU PDP memberikan perhatian pada pengelolaan data pribadi oleh Pemerintah dan/ atau Swasta, maka irisan agenda dengan UU KIP memberi penekanan agar Badan Publik harus kian komitmen dalam menjaga data pribadi sebagaimana diamanahkan kedua UU tersebut. Komisi Informasi Pusat pasti akan mengawal agar Informasi atau Data Pribadi yang dikelola Badan Publik tetap berhak dikecualikan untuk dibuka ke khalayak masyarakat," jelas Arya.
Arya menuturkan, adanya UU PDP telah memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengawasi tata kelola data pribadi yang dilakukan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
"Posisi Komisi Informasi Pusat siap untuk menjalankan atau bekerjasama dalam monitoring dan evaluasi terhadap pengawalan tata kelola data pribadi tersebut agar tetap sesuai dengan ukuran-ukuran Keterbukaan Informasi Publik," tutur Arya.
Arya pun menambahkan, dalam UU KIP memiliki pasal yang substansinya menjaga kepentingan perlindungan data pribadi. "Sejak terbitnya UU KIP di tahun 2008 sudah ada substansi perlindungan data pribadi. Lebih dari itu, UU KIP juga berkepentingan memastikan Badan Publik berhak menolak permohonan informasi terhadap informasi dikecualikan yaitu informasi yang berpotensi persaingan tidak sehat, dan informasi yang berpotensi membahayakan kepentingan nasional," pungkas Arya. (Azwar)