JAKARTA, Wartapembaruan.co.id - Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) turut angkat bicara terkait mandeknya pembayaran obligor dalam kasusu BLBI. Dimulai dari krisis moneter yang melanda Asia, negara kitapun terkena imbasnya. Ekonomi kolap dan meruntuhkan perbank-an nasional.Koordinator Presidium Sobarul Fajar mengatakana atas nasehat IMF, Pemerintah mengucurkan skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Diawali tahun 1997- 1998, ketika Bank Indonesia (BI) memberikan pinjaman kepada bank- bank yang hampir bangkrut akibat diterpa krisis moneter.
“Pada Desember 1998, Bank Indonesia kemudian menyalurkan dana bantuan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. BLBI terbesar ke Salim Grup Rp52 triliun, Gajah Tunggal Rp40 triliun, Bank Intan Rp1,4 triliun dan lainnya,” katanya.
“Namun dana BLBI justru banyak diselewengkan oleh para penerimanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Agustus 2000, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 138 triliun. Akibatnya Pemerintah terbebani lagi dngan rekapitalasi yang membuat bengkaknya kerugian keuangan negara. Hingga saat ini kita menanggung sekitar Rp60 triliun di APBN sampai tahun 2030,” lanjutnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dengan Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD.
Ia mengatakan dibawah kepemimpinan Mahfud MD ada sedikit titik terang terkait penyelesaian kasus BLBI dengan menyita atas harta dan kekayaan lain yang terkait dengan obligor.
“Antara lain PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/ Hendrawan Harjono dan pihak lain yang terafiliasi, berupa tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya atas nama PT Bogor Raya Development, PT Asia Pasific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo seluas total keseluruhan 89,01 hektare, berikut lapangan golf dan fasilitasnya serta dua bangunan hotel,” ungkapnya.
Penyitaan ini dilakukan sebagai upaya penyelesaian hak tagih negara dana BLBI yang berasal dari obligor PT Bank Asia Pasific sebesar Rp3,57 triliun.
Sedikit informasi dalam data Kemenkeu dan BPK, disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp136,43 M. Namun kepada Pansus BLBI DPD, Fadel Muhammad bersikeras bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai.
Sayangnya pengakuan Fadel tersebut tidak didukung bukti berupa Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan perbankan nasional (BPPN).
Dari data diatas kami mengimbau kepada Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang dipimpin oleh Mahfud MD segera telusuri dan tindak kasus BLBI yang sangat merugikan negara ini dan sesuai dengan target Menkom Polhukam Mahfud MD yang menargetkan kasus BLBI harus tuntas di tahun 2023 nanti.
Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) dalam aksinya menuntut antara lain tuntaskan segera kasus BLBI terhadap semua obligor tanpa pandang bulu yang tercatat masih ada 335 obligor lagi.
“Khusus BLBI Bank Intan agar segera diprioritaskan mengingat sang Obligor, Fadel Muhammad (yang saat ini anggota DPD RI) masih tertunggak Rp136 M. Juga segera berikan ultimatum dalam batas waktu, jika tidak dibayarkan segera sita hartanya untuk mendukung keuangan Negara,” lanjutnya.
Anggota Satgas BLBI di kantor Kemenko Polhukam Kombes Rendra berjanji meneruskan aspirasi Humanika ke Pimpinan Satgas BLBI yang terus bekerja sampai Desember 2023.
“Saat ini sudah Rp27 triliun asset obligor BLBI yang disita dari target Rp117 triliun,” katanya. (*)