Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- Saatnya Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo Bekerjasama Dengan Badan Intelijen Negara (BIN) Untuk Membenahi Kepolisian RI, atau Presiden Joko Widodo Perintahkan Badan Intelijen Negara (BIN) Untuk Melakukan Penyelidikan Menyeluruh Untuk Penataan Survei nasional kepercayaan publik terhadap lembaga hukum per Juni-Juli 2022 yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan POLRI (72%) berada pada posisi tertinggi setelah Kejaksaan (70%) dan KPK (63%);
Namun, setelah terjadi peristiwa “Brigadir J”, LSI merilis di bulan agustus 2022, tingkat kepercayaan publik turun drastis; POLRI (69,6%) menjadi terendah setelah Kejaksaan (75,3%) dan KPK (73,2%). Dampak terhadap pristiwa “Brigadir J” cukup signifikan terhadap citra kepolisian di mata publik
Tidak terhenti pada pristiwa tersebut, POLRI juga menjadi sorotan publik setelah beredar berita terkait Konsorsium 303”, dilanjut dengan “Kejadian Gas Air Mata Kanjuruhan” dan terkini soal kasus narkoba yang diduga melibatkan salah satu petinggi di POLRI (IJP TM);
Kasus terakhir ini, menggenapkan persoalan yang menimpa Kepolisian Republik Indonesia.
"Terhadap hal ini, kami Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98) menyampaikan hal sebagai berikut: Pertama, terhadap peristiwa Brigadir J, Menko Polhukam Prof. Mahfud MD menyatakan ada persoalan kultural dan struktural di kepolisian, dan hal ini secara skeptis dipertegas dengan pernyataannya bahwa Lebih baik 60 tahun dengan polisi jelek, daripada semalam tanpa polisi," ucap Hasanuddin Koordinator Siaga 98 dalam keterangannya kepada media Senin, (17/10).
Dikatakannya lebih lanjut, bahwa pernyataan ini semestinya menjadi pedoman dasar bagi Kepolisian untuk segera melakukan evaluasi. Sebab Menko Polhukam adalah kepanjangan tangan dari Presiden dalam urusan hukum dan keamanan.
"Kedua, Peristiwa berlanjut yang berdampak luas terhadap citra kepolisian “Kejadian Gas Air Mata Kanjuruhan” dan Dugaan keterlibatan salah satu petinggi POLRI dalam kasus narkoba hanya menegaskan ulang bahwa ada persoalan serius di tubuh kepolisian saat, yang perlu di evaluasi dan dilakukan pembenahaan komprehensif," tutur Hasan.
Kemudian, "Ketiga, evaluasi dan pembenahan ini tidak cukup jika dilakukan oleh internal kepolisian sendiri, sebab “berkaca sendiri” seringkali tidak obyektif dalam menilai kekurangan dan mencari dimana sisi kultural dan struktural yang harus dibenahi," ujar dia.
Sudah saatnya Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan penyelidikan dan mengevaluasi kepolisian melakukan pembenahan kultural dan struktural, dan/atau Presiden Joko Widodo memerintahkan BIN untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti sebab kelemahan dan masalah yang terjadi di kepolisian saat ini, saran Hasan.
"Sebab, masalah struktural dan kultural kepolisian dapat mengganggu keamanan negara, dan akan berdampak luas pada penegakan hukum dan legitimasi publik pada kepatuhan hukum dan tertib sosial," tegasnya. Terhadap hal ini tentu juga menjadi bagian fungsi dan tugas Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penanganan keamanan nasional dan juga BIN memiliki kewenangan dan instrumen yang komprehensif dalam melakukan upaya pendeteksian keadaan sesungguhnya di tubuh POLRI di bawah Kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Siaga 98 berharap, pada opsi Presiden Jokowi memerintahkan secara khusus kepada BIN untuk melakukan upaya ini, khususnya terkait dengan memberikan masukan pembenahan kepolisian, baik kepada Presiden, Menkopolhukam, maupun Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sebab kami berkeyakinan, bahwa bahkan polisipun tak boleh dibiarkan mengadili dirinya sendiri," tutup Hasan.