Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Badan Standardisasi Instrumen LHK (BSILHK) menggelar workshop Standar Pengelolaan dan Restorasi Gambut dengan Konsep 4N (No burning, No plastic, No fertilizer, Native tree species) di Jakarta (14/9/2022) secara hybrid. Workshop tersebut dilaksanakan untuk mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan dalam rangka mewujudkan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Kepala BSILHK, Ary Sudijanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa pengelolaan ekosistem gambut dalam kerangka FOLU Net Sink 2030 ditujukan untuk menurunkan emisi dan meningkatkan serapan melalui perbaikan tata air dan restorasi gambut. “Workshop ini dilakukan agar konsep 4N dapat diadopsi oleh para pemangku kepentingan dan direplikasi pada berbagai wilayah untuk mendukung restorasi gambut menuju FOLU Net Sink 2030, termasuk Standar/Pedoman dan Manual yang diperlukan dalam mendukung upaya tersebut,” ungkap Ary.
Selama periode 2018-2022, telah tercatat beberapa capaian aktivitas kegiatan aplikasi konsep 4N dalam restorasi ekosistem gambut, yaitu antara lain: (1) Terbangunnya 2 (dua) plot restorasi ekosistem gambut di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah masing-masing seluas 50 Ha termasuk perhitungan karbon pada lima pool karbon di gambut yang perlu terus dimonitor termasuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Potensi serapan karbon di kedua lokasi ini adalah 199,350 tCO2-e; (2) Restorasi menggunakan native tree species sebanyak 56 spesies; (3) Tersusunnya data baseline dan mid term stok karbon pada lima pool karbon di gambut; (4) Tersedianya pot berbahan purun/daun pandan/organik lain sebagai pengganti polybag; (5) Tersedianya bibit siap tanam yang terinokulasi ekto dan endo-mikoriza; dan (6) Tersusunnya publikasi ilmiah dan diseminasi kegiatan, dan pedoman/manual sebagai bahan standar untuk aplikasi dan replikasi berbasis riset.
Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim, Krisfianti Linda Ginoga selaku penyelenggara workshop mengharapkan kegiatan ini dapat memberikan kontribusi konkret aplikasi konsep 4N dalam upaya restorasi dan konservasi gambut, serta penguatan ekonomi masyarakat. “Hasil workshop ini juga akan dijadikan sebagai dasar penyusunan kebijakan teknis, perumusan, dan pengembangan standar ketahanan bencana dan perubahan iklim, yang berbasis science yang nantinya dapat menjadi Standar/Pedoman dalam mendukung pelaksanaan pencapaian target capaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim,” terang Krisfianti Ginoga.
Hadir sebagai narasumber dalam workshop ini antara lain pada Sesi I: (1) Prof. (Ris) Maman Turjaman, DEA dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); (2) Dian Nur Amalia, S.Hut., M.Si. dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM); (3) Ir. Sri Parwati Murwani Budisusanti, M.Sc., Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Ditjen PPKL, KLHK; (4) Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut., M.P., Sekretaris Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), KLHK; dan (5) Asep Hidayat, Ph.D (BRIN), sebagai moderator.
Prof. (Ris) Maman Turjaman memaparkan materi tentang restorasi ekosistem gambut terdegradasi dengan konsep aplikasi Mikoriza dan 4N untuk mendukung standar pengelolaan gambut berkelanjutan. Dari hasil penelitian pemanfaatan mikoriza dengan mengkombinasikan metode 4N, Mikoriza dapat membantu pohon menyerap nutrisi, air, dan karbon. Mikoriza merupakan bahan penting untuk merekonstruksi ekosistem bawah tanah yang rusak/ tidak mudah untuk pulih serta dapat memperkaya keanekaragaman hayati;
Prof. Maman menerangkan bahwa Mikoriza telah berhasil dimanfaatkan dalam rehabilitasi/ penghutanan kembali hutan dan lahan di Jawa selama 25 tahun (1996-2022) dengan jenis Pinus merkusii, Shorea leprosula, S. selanica; dan di Sepucuk Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan tahun 2008-2022 dengan jenis Jelutung (Dyera costulata), Ramin (Gonysthilus bancanus) dan Belangeran (Shorea belangeran).
Dian Nur Amalia, dari BRGM dalam paparannya mengungkapkan bahwa pengalaman empirik dan pendekatan ilmiah diperlukan untuk menyusun model restorasi gambut yang sistematis dan terpadu. Kemudian, model restorasi gambut digunakan sebagai rujukan untuk menyempurnakan konsep, kebijakan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, serta pelaksanaan restorasi gambut berbasis masyarakat dan terintegrasi dengan pembangunan pedesaan perlu dilakukan untuk mendukung ketahanan lingkungan, sosial dan ekonomi.
Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Ditjen PPKL, SPM Budisusanti, menyampaikan bahwa langkah korektif tata kelola ekosistem Gambut telah dilaksanakan, melalui langkah-langkah antara lain dengan melengkapi Peraturan dan Kebijakan untuk operasionalisasi, Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut, Penyusunan Rencana Perlindungan dan pengelolaan ekosistem Gambut dan Pemulihan Ekosistem Gambut. Selain itu, upaya pemulihan ekosistem gambut dilaksanakan antara lain melalui: (1) Kembalikan dan kelola air; (2) Kembalikan dan lestarikan vegetasi; (3) Perbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat; (4) Pemantauan tinggi muka air tanah; dan (5) Penegakan hukum.
Sekretaris Ditjen PKTL, Hanif Faisol menyampaikan beberapa hal terkait Rencana Operasi FOLU Net Sink 2030. Menurutnya, implementasi rencana operasional FOLU Net Sink serta monitoring pencapaian target memerlukan berbagai panduan sebagai dasar pelaksanaan di tingkat tapak. Penyiapan prakondisi sangat penting untuk mendukung aktualisasi dan akselerasi pencapaian target. Kemudian, diperlukan peningkatan akses pendanaan FOLU Net Sink 2030 yang didasarkan pada rencana kerja dan rencana anggaran implementasi kegiatan.
Sedangkan pada sesi II, hadir sebagai pembicara adalah: (1) Safinah Surya Hakim, S.Hut., M.Si. (BRIN); (2) Ir. Bastoni, MP. (BRIN); (3) Rinaldi Imanuddin, S.Hut., M.Si (BRIN); dan (4) Dana Apriyanto, S.Hut., MT., M.Sc. (BSILHK) sebagai moderator.
Pada sesi II, para narasumber membahas pengalaman dan hasil penelitian terkait penerapan konsep 4N di beberapa lokasi seperti di Kalimantan dan Sumatera. Safinah memaparkan pengalamannya bersama dengan kelompok penelitinya dalam restorasi ekosistem gambut di Kalimantan melalui 4N. Kemudian Bastoni memaparkan hasil restorasi ekosistem gambut di Sumatera melalui aplikasi Mikoriza dan 4N untuk standar aplikasi Mikoriza di lahan gambut.
Restorasi Ekosistem Gambut di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dan Pedamaran, Sumatera Selatan dengan aplikasi Mikoriza dan 4N dengan baseline yang ada dapat digunakan sebagai salah satu dasar perumusan kebijakan dan acuan untuk mendukung perhitungan Indonesia FOLU Net Sink 2030.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut adalah:
(1) Mikoriza berpengaruh terhadap daya hidup dan performa tanaman, namun masih perlu dukungan riset tentang jenis mikoriza yang kompatibel digunakan pada berbagai karakteristik areal restorasi;
(2). Kegiatan restorasi dapat menggunakan berbagai jenis native species yang memiliki kemampuan adaptasi dan bertahan hidup yang tinggi; dan
(3). Program-program yang mendukung keberhasilan restorasi perlu dilakukan, seperti misalnya pembangunan sumur bor untuk pencegahan kebakaran, pembuatan kebun plasma nutfah untuk pemanfaatan hasil hutan non kayu, pendidikan lingkungan, dan transfer teknologi dalam penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Narasumber terakhir, Rinaldi Imanuddin memaparkan tentang kuantifikasi penurunan emisi GRK dari Revegetasi.
Dalam paprannya, kuantifikasi potensi serapan karbon pada restorasi gambut telah dilakukan penilaian di areal Tumbang Nusa Kalimantan Tengah dan di Pedamaran Sumatera Selatan dengan menggunakan basline yang berbeda karena ekosistem (kedalaman gambut) yang berbeda. Lokasi penelitian pada ekosistem gambut dengan kedalaman > 3 meter, dengan baseline sebesar 1.211 ton Ce/Ha di Tumbang Nusa dan sebesar 437 ton Ce/Ha, pertumbuhan pohon di lokasi penelitian memperlihatkan hasil pertumbuhan yang berbeda, tergantung dengan jenis dan terulangnya terjadi kebakaran. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mendukung perhitungan Indonesia FOLU Net Sink 2030.(Bkt)