Malang, Wartapembaruan.co.id – Memasuki Tahun 2024 Indonesia akan kembali melaksanakan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala daerah, Di masa masa Ini kebijakan para calon pemimpin di uji, akankah mereka beradu konsep dan gagasan demi Indonesia yang lebih baik? Atau kembali memainkan kartu politik Identitas yang mengedepankan Suku,Agama,Ras dan Golongan sebagai Isu utama? Kartu SARA adalah kartu yang terbukti Efektif menjaring Massa dan memperoleh dukungan,namun perlu diketahui apakah akibatnya kepada rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa dan apa dampaknya bagi Kerukunan dalam perbedaan seperti yang terangkum dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? hal inilah yang menjadi latar belakang Seminar Multikultural bertajuk “kepemimpinan yang Bhinekka Tunggal Ika” yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang Pada Sabtu 24 September 2022 Seminar Multikultural ini antara lain menghadirkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo ,Ketua Vihara Dhammadipa Arama, Bikhu Jayamedho Tera dan Prof. Dr. Hariyono M.Pd Guru Besar FIS Universitas Negeri Malang sebagai Pembicara.
Dalam Pembukaannya Guru Besar Universitas Negeri Malang Bapak Hardika M.Pd menyatakan bahwa Seminar Keberagaman ini diperlukan untuk merayakan keberagaman di Indonesia, karena keberagaman adalah modal yang luar biasa bagi Indonesia, modal fisik dan karakter dalam menghadapi perkembangan zaman.
Lebih lanjut, sebagai Pengantar Diskusi Moderator DR. Dewa Agung Gede Agung M. Hum menyatakan bahwa Konflik dan benturan merupakan kenyataan dalam keberagaman, diperlukan kedewasaa dan kesadaran dari bangsa Indonesia yang memiliki pancasila untuk kiranya walaupun terjadi benturan dan konflik tidak mengingkari bahwa kita adalah bhineka tunggal ika, Yaitu Walau berbeda namun tetap satu Hingga perbedaan yang terjadi hendaknya dapat memperluas sudut pandang, bukan pintu dari perpecahan
Selanjutnya dalam Paparannya Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari banyak ragam unsur dalam masyarakat, keberagaman merupakan kenyataan hidup berbangsa, maka para pemimpin Indonesia tidak bisa memaksakan Bangsa Ini menjadi Monokultur, seragam dan hanya satu warna, pemimpin yang memaksakan keseragaman, sesungguhnya melawan kodrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki Aneka ragam Unsur dalam keragamannya , yang dibuktikan dengan 715 suku, serta ribuan etnis, bahasa serta agama dan aliran kepercayaan.
Selanjutnya dalam Paparannya Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa Indonesia terdiri dari banyak ragam unsur dalam masyarakat, keberagaman merupakan kenyataan hidup berbangsa, maka para pemimpin Indonesia tidak bisa memaksakan Bangsa Ini menjadi Monokultur, seragam dan hanya satu warna, pemimpin yang memaksakan keseragaman, sesungguhnya melawan kodrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki Aneka ragam Unsur dalam keragamannya , yang dibuktikan dengan 715 suku, serta ribuan etnis, bahasa serta agama dan aliran kepercayaan.
Lebih lanjut Benny juga menyatakan bahwa Pancasila adalah kenyataan, tujuan dan cita cita bangsa Indonesia, maka siapapun yang akan memimpin indonesia nanti harus mampu merangkul seluruh lapisan bangsa. Pemimpin harus dapat membangun rasa persatuan dan kesatuan, karena Bhinneka tunggal ika itu adalah hal yang nyata dan ada dan lahir dari rahim ibu pertiwi dan terwujud dalam Bangsa Dan Negara Indonesia, karenanya hendaknya para pemimpin tidak mengkhianati kenyataan itu dengan memaksakan keseragaman dan mengedepankan politik Indentitas, baik suku, ras maupun agama.
Sesungguhnya kultur manusia Indonesia adalah kultur yang menerima, merayakan dan menghidupi keberagaman sepanjang hidupnya, kenyataan ini kemudian tertanam dalam nilai nilai pancasila maka sesungguhnya memaksakan monokultural, keseragaman dan kesamaan latar belakang merupakan pengkhiatan terhadap Pancasila dan Kebhinekaan.
Pemimpin harusnya mampu memediasi kepentingan kepentingan unsur masyarakat yang berbeda dengan musyawarah dan mufakat, sekaligus mampu menciptakan gagasan sebangsa, senasib dan sepenanggungan dan mampu menyapa rakyat tidak hanya daerah daerah yang mudah di akses namun sampai kepada masyarakat di ujung Indonesia.
Di Era digital informasi dapat diperoleh dengan mudah, banyak sekali informasi bohong dan berita negatif yang dibagikan di masyarakat, tugas seorang pemimpin adalah mampu membimbing masyarakat agar cakap literasi, dan menjadu komunitas pemutus kata yang tidak hanya membagikan berita dan informasi namun juga mampu menyaring dan membedakan mana berita yang positif dan negatif.
Pemimpin harus mampu menjaga dan merawat inklusifitas yang menjadi inti kehidupan berbangsa dan bernegara, tetap berusaha menjadikan Pancasila menjadi dasar berkehidupan bangsa yang berkeberagaman tanpa mempertajam perbedaan namun membangun persaudaraan melalui gotong royong dan budaya budaya lokal yang mempersatukan bangsa
Perlu komitmen dari para pemimpin bahwa dalam pemilu hendaknya yang dipertandingkan semata mata adalah gagasan dan tidak mengedepankan politik Identitas seperti suku, adat dan keagamaan dalam upaya memperoleh kekuasaan.
Perlu komitmen dari para pemimpin bahwa dalam pemilu hendaknya yang dipertandingkan semata mata adalah gagasan dan tidak mengedepankan politik Identitas seperti suku, adat dan keagamaan dalam upaya memperoleh kekuasaan.
Calon pemimpin hendaknya berupaya menyuguhkan hal hal yang bermanfaat bagi kepentingan seluruh bangsa bukan perdebatan remeh temeh soal identitas dan agama sebagai isu panas yang bisa digoreng secara politis.
Pemimpin hendaknya melayani seluruh rakyat, bukan golongannya saja pemimpin harus mau dan mampu membasmi diskriminasi dan menjadi negarawan yang bijak dengan mencegah terjadinya polemik dalam masyarakat dan berperan nyata dalam mengejawantahkan nilai pancasila dalam kehidupan sehari hari dengan senantiasa berkomitmen untuk merawat keberagaman.
“Pemimpin kedepan harusnya tidak hanya visioner tapi mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat dan mampu mengaplikasikan penghormatan terhadap keberagaman di dalam setiap kebijakan publik” Tutup Benny.
Ketua Vihara Dhammadipa Arama, Bikhu Jayamedho Tera yang hadir sebagai pembicara dalam paparannya menyatakan bahwa Bhinneka tunggal Ika merupakan kenyataan hidup manusia maka multikulturalisme adalah suatu keniscayaan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara Perbedaan perbedaan yang kita miliki hendaknya dapat dijadikan suatu modal bukan hal yang menjadikan kita terpecah namun menjadikan kita lebih kuat dengan berbagai latar belakang identitas, pemikiran dan sudut pandang.
Selanjutnya Prof. Dr. Hariyono M.Pd Guru Besar FIS Universitas Negeri Malang sebagai Pembicara menyatakan bahwa Kekuasaan saat ini dipegang oleh mereka yang memiliki dan menguasai informasi, tatanan kebangsaan dapat rusak bukan dengan diserangnya pangkalan militer suatu negara namun dengan menyerang pemikiran warganegaranya menggunakan media sosial .
Selanjutnya Prof. Dr. Hariyono M.Pd Guru Besar FIS Universitas Negeri Malang sebagai Pembicara menyatakan bahwa Kekuasaan saat ini dipegang oleh mereka yang memiliki dan menguasai informasi, tatanan kebangsaan dapat rusak bukan dengan diserangnya pangkalan militer suatu negara namun dengan menyerang pemikiran warganegaranya menggunakan media sosial .
Karena hal itulah hendaknya Paradigma kepemimpinan yang semula berpegang pada keinginan untuk menguasai masyarakat berpindah menjadi upaya untuk memberdayakan masyarakat. hendaknya kemampuan mempengaruhi masyarakat yang dimiliki para pemimpin hendaknya digunakan untuk dapat menciptakan dialog dialog diantara unsur dalam masyarakat yang beragam.
“ Pemimpin hendaknya dapat menjadi jembatan dalam merawat keberagaman, bukan mempertajam perbedaan demi kepentingan pribadi” ujar Hariyono di Seminar yang dihadiri lebih dari 100 orang dari seluruh Indonesia Itu