Jakarta, Wartapembaruan.co.id -- BNN RI bersama dengan Bareskrim Polri melaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tentang pelaksanaan rehabilitasi pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkotika. Naskah Perjanjian Kerja Sama tersebut ditandatangani langsung oleh Deputi Rehabilitasi BNN RI, Dra. Riza Sarasvita.,M.Si.,MHS.,Ph.D. dan Kabareskrim Polri, Drs. Agus Andrianto,S.H,M.H. yang disaksikan oleh Kepala BNN RI, Dr. Petrus Reinhard Golose di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (12/7).
Dalam kesempatan ini, Kabareskrim Polri mengungkapkan kegiatan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama merupakan momentum luar biasa untuk menyamakan persepsi dalam upaya penanganan kasus penyalahgunaan narkoba. Di samping itu, Kabareskrim juga menilai Perjanjian Kerja Sama ini sangat penting, karena akan menjadi payung hukum bagi para petugas kepolisian di seluruh Indonesia dalam menangani para pecandu dan penyalah guna narkoba.
Kepada seluruh jajarannya di daerah, Kabareskrim menegaskan agar tidak perlu ragu-ragu lagi dalam menerapkan Pasal 127 junto Pasal 54 UU No.35 Tahun 2009 kepada para pecandu dan penyalah guna narkotika.
Upaya penyelamatan penyalah guna narkoba harus dilakukan dengan maksimal. Kabareskrim menyebutkan, angka prevalensi penyalah guna narkoba sebesar 1,95% tidak boleh dibiarkan agar Lapas tidak penuh sesak dengan kasus narkoba.
Oleh karena itulah, melalui sinergi BNN RI dan Bareskrim Polri, pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu dan penyalah guna narkoba tidak hanya menyelamatkan generasi bangsa namun juga mengurangi beban keuangan negara di tengah situasi saat ini.
“Semoga jadi ibadah Kita bersama untuk menyelamatkan pecandu dan penyalah guna yang merupakan korban dari narkoba,” imbuh Kabareskrim.
Senada dengan hal tersebut, Kepala BNN RI, Dr. Petrus Reinhard Golose juga menyampaikan, bahwa upaya rehabilitasi bagi pecandu dan penyalah guna narkoba sangat penting untuk terus digencarkan. Jenderal bintang tiga ini menyebutkan angka prevalensi penyalah guna narkoba menyentuh angka 1,95% atau lebih dari 3,6 juta jiwa. Di samping itu, jumlah penyalah guna yang masuk ke dalam Lapas untuk di kota besar berada pada kisaran angka di atas 70%, dan di kota kecil sekitar 50%. Oleh karena itulah, diperlukan upaya yang lebih serius untuk mencegah kelebihan kapasitas lapas, yaitu dengan tidak menerapkan pasal pada para penyalah guna narkoba yang menuju kepada Criminal Justice System kecuali mereka memang benar-benar masuk ke dalam jaringan sindikat.
Terkait dengan komitmen dari Bareskrim Polri dan BNN RI dalam melaksanakan rehabilitasi, Kepala BNN RI sekali lagi menegaskan bahwa langkah tersebut semata-mata untuk menyelamatkan generasi emas bangsa ini.
Melalui kegiatan ini, Kepala BNN RI juga memberikan apresiasi kepada Bareskrim atas inisiasinya untuk mengoptimalkan upaya rehabilitasi bagi para pecandu dan penyalah guna narkoba. Kepala BNN RI berpesan agar pecandu dan penyalah guna narkoba untuk berani melapor dan berani menjalani rehabilitasi.
Ketika disinggung tentang penerapan rehabilitasi dalam kasus penyalahgunaan narkoba, Kepala BNN RI menjelaskan terdapat Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang berperan penting dalam melakukan pemeriksaan apakah penyalah guna tersebut masuk dalam jaringan atau hanya sebatas pengguna. Jika hanya seorang pengguna maka dia harus diselamatkan dengan rehabilitasi bukan masuk ke dalam Criminal Justice System.
Pelaksanaan Asesmen Terpadu oleh TAT merupakan salah satu point dari ruang lingkup Perjanjian Kerja Sama antara BNN RI dengan Bareskrim Polri. Dalam naskah perjanjian tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan asesmen terpadu diajukan oleh penyidik ke sekretariat TAT paling lama 3x24 jam sejak dilakukan penangkapan. Sedangkan, pemberitahuan hasil rekomendasi TAT diterbitkan paling lama 6x24 jam sejak penangkapan oleh penyidik. Ketika terkendala geografis, maka petugas TAT dapat mendatangi lokasi pecandu dan korban penyalahguna narkoba atau melakukannya secara daring.
(Biro Humas dan Protokol BNN RI)