Denpasar, Wartapembaruan.co.id - Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti kembali didudukan dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Denpasar, Kamis (23/06). Penguasa Tabanan dua periode ini diadili terkait kasus dugaan korupsi Dana Insentif Daerah (DID).
Dalam kasusnya, ia tidaklah sendiri tetapi bersama I Dewa Nyoman Wiratmaja, merupakan dosen di Universitas Udayana dan menjabat sebagai staf dari Eka Wiryastuti semasa menjabat.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan. Saat Eka Wiryastuti menjabat Bupati Tabanan periode 2010-2015 dan periode 2016-2021.
Dalam agenda sidang kali ini, pembacaan eksepsi atau tanggapan dari isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari KPK. Di hadapan Hakim Ketua sidang, Nyoman Wiguna,SH.,MH, pihak kuasa hukum yang dikoordinatori Warsa T Bhuana, mengawali pembacaan eksepsi pukul 11.10 Wita.
Pendamping Hukum Eka menyebutkan jika isi dakwaan yang dibuat JPU bahwa tanggapan Eror inpersona (Salah alamat) karena apa?
"Karena Eka Wiryastuti dalam jabatannya telah memerintahkan sodara I Dewa Nyoman Wiratmaja (berkas dakwaan terpisah) untuk melakukan koordinasi dengan beberapa OPD," sebutnya.
Bilamana dalam melakukan koordinasi ternyata ditemukan ada tindakan melawan hukum, tentunya tidak ada hubungannya dengan yang memberikan peritah. Karena sudah diberi perintah untuk melakukkan koordinasi.
Lanjutnya, jika yang memberikan perintah ikut dikaitkan dan dianggap melakukan tindak pidana melawan hukum sebagaimana yang diperbuat oleh sodara Wiratmaja, tentu ini sangat berbahaya sekali bagi hukum di Indonesia.
"Jadi jika itu tetap terjadi, maka ini akan bahaya bagi para pejabat lainnya dalam memberikan perintah kepada bawahannya yang menyalahgunakan perintah. Jadi kualitas dari perbuatan pidananya melawan hukum tidak bisa dilebelin dengan presntatif," tegasnya.
Hal lainnya, Jaksa dinilai gugatan tidak cermat.
Hal lainnya, Jaksa dinilai gugatan tidak cermat.
Dimana tidak cermatnya, dikatakan disuap lalu tidak disebutkan dimana terjadinya dan siapa yang disuap tidak disebutkan.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, dalam melaksanakan tugasnya Eka mengangkat I Dewa Nyoman Wiratmaja sebagai staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan. Pada Agustus 2017, Eka Wiryastuti berinisiatif mengajukan permohonan DID dari pemerintah pusat senilai Rp65 miliar.
Kasus ini sendiri bermula saat Eka Wiryastuti yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Tabanan mengajukan permohonan dana DID ke pemerintah pusat senilai Rp 65 miliar pada Agustus 2018.
Ketika itu, ia meminta bantuan staf ahli Bupati Tabanan Dewa Wiratmaja untuk menyelesaikan proses administrasi pengadaan DID itu.
Dalam prosesnya, Wiratmaja kemudian menemui Yaya Purnomo dua orang pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memproses permintaan DID Tabanan pada 2018.
Kemudian, Yaya Purnomo dan Rifa Surya justru meminta Dewa Wiratmaja sejumlah uang agar permintaan DID di Tabanan dimuluskan.
Kemudian, Yaya Purnomo dan Rifa Surya justru meminta Dewa Wiratmaja sejumlah uang agar permintaan DID di Tabanan dimuluskan.
"Dari sana penyidik menemukan fakta ada komunikasi dengan beberapa pihak yang dapat memuluskan usulan tersebut," tulis dalam dakwaan.
Yaya dan Rifan diduga meminta sejumlah uang sebagai fee. Yang menarik ada kode khusus untuk yang khusus itu. "Disebut dengan sebutan "dana adat istiadat"," beber JPU didakwaan.
Yaya dan Rifan diduga meminta sejumlah uang sebagai fee. Yang menarik ada kode khusus untuk yang khusus itu. "Disebut dengan sebutan "dana adat istiadat"," beber JPU didakwaan.
Permintaan itu lalu diteruskan Wiratmaja pada Eka Wiryastuti dan mendapat persetujuan. Nilai fee yang ditentukan oleh Yaya Purnomo dan tersangka Rifan diduga sebesar 2,5 persen, dari alokasi dana DID yang nantinya didapat oleh Kabupaten Tabanan di Tahun Anggaran 2018.
Selanjutnya sekitar Agustus sampai Desember 2017, diduga dilakukan penyerahan uang secara bertahap oleh Wiratmaja pada Yaya Purnomo dan Rifan di salah satu hotel di Jakarta.
"Pemberian uang oleh NPEW (Eka Wiryastuti) melalui Tsk IDNW (Wiratmaja) diduga sejumlah sekitar Rp 600 juta dan USD 55.300," tutupnya.
Ke duanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Ke duanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.