Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Puluhan ribu buruh di kota-kota industri seperti Bandung, Makasar, Banjamasin, Banda Aceh, Medan, Batam, Semarang, Surabaya, Ternate, Ambon, dan beberapa kota industri lainnya akan melakukan aksi serentak pada hari Rabu tanggal 15 Juni 2022."Di Jakarta, aksi 15 Juni akan dipusatkan di DPRI RI dengan melibatkan hampir 10 ribu buruh," ujar Presiden Partai Buruh, Said Iqbal.
Disebutnya, aksi ini akan mengangkat lima isu. Menolak reviai UU PPP; Menolak omnibus law UU Cipta Kerja; Menolak masa kampanye 75 hari, tetapi harus 9 bulan sesuatu Undang-Undang; Sahkan RUU PPRT; dan Tolak liberalisasi pertanian melalui WTO. "Ada beberapa alasan mengapa Partai Buruh menolak revisi UU PPP," tutur Said Iqbal.
Pertama, pembahasannya kejar tayang dan tidak melihatnya partisipasi publik secara luas. "Kami mendapat informasi, revisi UU PPP hanya dibahas 10 hari di Baleg. Padahal UU PPP adalah ibu dari Undang-Undang, di mana kelahiran semua Undang-Undang harus mengacu secara formil ke UU PPP. Bayangkan, undang-undang sedemikian penting hanya dibuat dalam waktu 10 hari," tegasnya.
Alasan kedua, cacat hukum. Revisi ini hanya bersifat akal-akalan hukum, bukan kebutuhan hukum. Hanya untuk membenarkan omnibus law sebagai metode membentuk undang-undang.
Ketiga, Iqbal menduga, revisi UU PPP tidak lagi melibatkan partisipasi publik yang luas. Partisipasi publik cukup diartikan sebatas diskusi di kampus. Ini sangat membahayakan, karena tidak memberi ruang kepada masyarakat.
Untuk itu, langkah yang akan diambil oleh kalangan buruh adalah, dalam waktu dekat setelah keluar nomor UU PPP, Partai Buruh akan mengajukan Judicial Review baik formil dan materiil ke Mahkamah Konstitusi.
Kedua, melakukan kampanye dengan menjelaskan siapa Parpol yang bermain. Dan orangnya itu-itu saja. "Mereka bermanis muka di harapan rakyat, tetapi sesungguhnya membuat Undang-Undang yang merugikan," kata Iqbal.
Langkah ketiga adalah, melakukan aksi pada tanggal 15 Juni 2022 serentak di berbagai wilayah di Indonesia.
Sementara itu, terkait isu kedua, sejak awal Partai Buruh menolak UU Cipta Kerja dan secara tegas menolak omnibus law UU Cipta Kerja dibahas kembali.
Adapun alasannya adalah, yang pertama, secara formil sudah dinyatakan catat. Mahkamah Konstitusi tidak pernah meminta merevisi UU PPP. Melainkan karena proses UU Cipta Kerja itu sendiri yang tidak melibatkan partisipasi publik.
Alasan kedua, buruh belum menerima materi dari revisi UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan. Karena itu, kalau memang sudah ada, sampaikan secara terbuka. Jangan sembunyi-sembunyi.
Ketiga, isi UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan merugikan buruh. Seperti outsourcing seumur hidup, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon yang rendah.
"Sama seperti penolakan terhadap UU PPP, dalam menolak UU Cipta Kerja kami juga akan melakukan judicial review, baik formil maupun materiil," kata Said Iqbal.
"Selanjutnya adalah dengan mengkampanyekan jangan pilih Parpol dan politisi yang mendukung omnibus law UU Cipta Kerja," lanjutnya.
Hal lain yang akan dilakukan adalah aksi 15 Juni, dan jika tidak didengar, aksi akan terus membesar. Bahkan, buruh akan melakukan mogok nasional di seluruh Indonesia jika pemerintah dan DPR memaksakan kehendak.
Ditambahkan, langkah lain yang dilakukan untuk menolak UU Cipta Kerja adalah dengan melakukan kampaye internasional.
"Adapun isu ketiga, Partai Buruh menolak masa kampanye 75 hari. Seharusnya masa kampanye antara 7-9 bula," kata Said Iqbal.
"KPU adalah lembaga independen yang dibentuk atas dasar UUD. Oleh karena itu, tidak boleh membuat kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. karena DPR isinya adalah peserts pemilu," ujarnya.
"Masak KPU membuat kesepakatan dengan peserta pemilu. Yang boleh adalah konsultasi. Bukan kesepakatan. Setelah konsultasi, baru membuat keputusan secara independen. Ini adalah pelanggaran yang serius," sebut Iqbal.
Said Iqbal mempertanyakan, bagaimana dengan Parpol non parlemen dan parpol baru. Kok tidak diajak bicara? Ini artinya, ada pelanggaran yang serius. Karena KPU telah bersikap tidak jujur dan adil.
Sementara itu, dua isu terakhir yang akan diangkat adalah mendesak agar UU PPRT segera disahkan dan menolak liberisasi pertanian melalui WTO.
"Mengapa giliran RUU PPRT untuk melindungi orang miskin, meski sudah lebih 17 tahun tidak kunjung disahkan. Tetapi giliran omnibus law UU Cipta Kerja yang untuk kepentingan pengusaha hitam dikebut seperti kejar tayang?" pugkas Said Iqbal. (Azwar)