Jakarta, Wartapembaruan.co.id - Jaksa Agung RI Burhanuddin menegaskan, Pihaknya akan menaikkan status penanganan kasus dugaan korupsi pesawat Garuda Indonesia ATR 72-600 ketahap penyidikan umum.
Menurutnya, selain pengadaan pesawat Garuda Indonesia ATR 72-600 pihaknya juga akan mengembangkan pesawat jenis ATR, Bombardier, Air Bus, Boeing, dan Rolls Royce.
“Kita akan kembangkan dan tuntaskan dimana setiap penanganan, kami akan berkoordinasi dengan KPK karena ada beberapa yang telah tuntas di KPK dan juga untuk menghindari adanya tumpang tindih,” katanya saat Konferensi Pers Rabu 19/1/2022.
"Koordinasi tersebut harus dilakukan, karena KPK telah menuntaskan beberapa kasus korupsi PT. Garuda Indonesia," tambahnya.
Senada dengan hal tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyampaikan pihaknya akan terus melakukan penyidikan dalam proses melihat siapa yang bertanggung jawab di luar yang telah ditetapkan oleh KPK.
"Tentunya akan intens melakukan koordinasi dengan KPK untuk penyelesaiannya karena telah dilakukan terlebih dahulu oleh KPK mulai dari alat bukti maupun konstruksi pembuktian mungkin telah ada di KPK," kata Febrie.
“Saat ini, perkara telah naik ke tahap penyidikan dan konsentrasi kami ada di pengadaan pesawat jenis ATR dan Bombardier," lanjutnya.
Dia menyebut, Untuk kerugian negara, kami tidak bisa sampaikan secara detail karena tetap akan dilakukan oleh auditor. Akan Tetapi kerugian negara cukup besar.
"Contohnya untuk pengadaan sewa saja, indikasinya sebesar Rp3,6 Triliun sehingga cara pandang penyidik di Kejaksaan Agung sekaligus mengupayakan bagaimana kerugian yang terjadi di PT. Garuda Indonesia, akan kita upayakan pemulihannya," terangnya.
Dijelaskannya, Kerugian di PT. Garuda Indonesia terjadi pada saat dipimpin oleh Direktur Utama ES yang saat ini telah diproses oleh KPK dan masih menjalani hukuman.
"Saat ini ES telah ditangkap dan sedang menjalani hukuman," tegasnya.
Selanjutnya, mengenai perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021, Jaksa Agung menyampaikan bahwa Kejaksaan sedang melakukan penyidikan hanya terhadap yang tersangkanya adalah sipil atau pihak swasta, bukan pada militer.
"Saat ini kami akan terus fokus selidiki sipilnya, atau pihak swastanya," jelasnya.
"Untuk menentukan apakah militer terlibat, perlu adanya rapat koordinasi dengan Polisi Militer dan kewenangannya berada di Polisi Militer kecuali nanti ditentukan lain menjadi koneksitas," ungkapnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyampaikan bahwa dalam penanganan perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021, tentunya melalui tahapan-tahapan proses hukum dan dari hasil penyelidikan, perkara ini naik ke tahap penyidikan.
“Kalau naik ke penyidikan, berarti ada bukti temuan yang cukup. Ini kita lihat bagaimana mengidentifikasi rekan-rekan penyidik bahwa ada perbuatan melawan hukum saat prosesnya," ucap Febrie.
Dia menyebut, kita juga meyakini bahwa telah terjadi kerugian dan tinggal bagaimana kita akan melihat perkembangan dalam proses penyidikan untuk melihat siapa yg bertanggung jawab atau untuk menetapkan siapa tersangkanya.
Febrie membeberkan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap pihak swasta yang paling bertanggung jawab. Karena sebagai rekanan pelaksana dan juga telah dilaksanakan penggeledahan terkait perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021.
"Penyidik sedang mendalami peran dari awal dan melihat apakah perusahaan ini cukup dinilai mampu atau tidak ketika diserahkan pekerjaan ini," kata dia.
Kemudian yang kedua, masih kata Febrie, kita ingin melihat proses pelaksanaan dari rekan pelaksana, dan ini masih pendalaman. Tentunya kita periksa dari rekanan pelaksana karena ini pihak yang kita anggap paling bertanggung jawab dan ini adalah pihak swasta.
"Sedangkan terkait dengan pihak militer, tentunya perkara ini diserahkan ke Puspom TNI melalui Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Kita akan terus berkoordinasi dalam progres penyidikan," pungkasnya.
[TB]