Revisi UU ITE, Bualan Politik atau Langkah Lemah Pemerintahan
warta pembaruan
21 Februari 2021 | 4:36 PM WIB
Last Updated
2021-02-21T16:00:18Z
Oleh: M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Meski sulit mempercayai begitu saja ucapan Presiden, namun fenomena yang ada patut mendapat pencermatan. Dua hal yang menarik adalah pertama permintaan agar masyarakat banyak melakukan kritik dan kedua pengusulan revisi UU ITE. Rupanya Presiden sadar bahwa UU ITE telah banyak ditafsirkan salah oleh aparat penegak hukum.
Membuka pintu kritik dan revisi UU ITE positifnya adalah terjadi proses demokratisasi. Namun masih besar pertanyaan apakah hal ini pertanda paradigma baru kepemimpinan yang percaya diri dan semakin kuat atau cermin bahwa Pemerintah semakin lemah ?
Sejak menjabat Presiden untuk periode kedua, situasi ekonomi dan politik terasa semakin berat. Penanganan seperti tak terarah. Apa yang dirasakan dan menjadi kegelisahan rakyat selalu dicoba untuk ditutupi. Pandemi Covid 19 berefek pada hutang yang semakin membengkak, investasi mandeg, serta pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Kasus HRS dan FPI berujung pada tuduhan pelanggaran HAM. Demikian juga dengan penahanan tokoh dan aktivis yang bernuansa politik. UU ITE menjadi alasan atas pelanggarannya. Korupsi terus terkuak mulai Jiwasraya, Asabri, BPJS hingga Bansos Covid 19.
Desakan mundur serta pemakzulan menjadi wacana dan tuntutan publik. Sementara Presiden nampak kesulitan memacu kerja dan mengendalikan Kabinet. Menteri seolah berjalan sendiri-sendiri tanpa visi apalagi prestasi. Pemborosan dan kebocoran keuangan terjadi hampir di semua anggaran Kementerian.
Membuka pintu kritik yang dilempar Presiden tanpa dibarengi oleh pembebasan tahanan politik adalah omong kosong. Revisi UU ITE pun ditanggapi beragam. Ada yang setuju ada pula yang mendorong dicabut saja. UU ITE dinilai sama dengan UU Anti Subversi.
Di tengah pengelolaan negara yang semakin berantakan maka sikap akomodatif pada aspirasi rakyat adalah suatu keniscayaan. Pilihan ini untuk menopang langkah Pemerintah yang semakin melemah. Sebaliknya jika kritik dan revisi UU ITE hanya merupakan permainan politik, maka langkah lemah itu justru akan menambah goyah pemerintahan dan akhirnya ambruk tak tertolong.
Pembuktian itikad baik dari membuka pintu kritik dan revisi UU ITE adalah serius melanjutkan dengan langkah demokratis lain seperti pembebasan aktivis kritis dan perubahan kinerja aparat penegak hukum ke arah yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
Tanpa ada langkah demokratis lanjutan, maka membuka pintu kritik dan revisi UU ITE hanya merupakan bualan politik dan sandiwara babak berikutnya saja. Bandung, 19 Pebruari 2021
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
Trending Now
-
Jakarta, Wartapembaruan.co.id ~ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk membuka penyelidikan terhadap 20 proyek besar di PT PLN (P...
-
Pagar Alam, Wartapembaruan.co.id ~ KOMJEN POL (Purn) Susno Duadji, S.H, M.Sc hadiri pengajian di rumah bengkel di Tanjung cermin Pagar Alam...
-
Jambi, Wartapembaruan.co.id - Seperti halnya pribahasa "Sedia Payung Sebelum Hujan" mengajarkan kita untuk selalu mempersiapkan se...
-
Palu, Wartapembaruan.co.id – Ketua Umum DPP Pelita Prabu, Tommy, bersama jajaran pengurus dan perwakilan BRP juga Ketua Umum Prabu Center 0...
-
Operasi Rutin Gabungan Polri,Dishub dan TNI "Lintas Jaya" Di Jakarta Timur Jakarta,Wartapembaruan.co.id - Dirlantas Polda Metro J...