(Direktur Bakornas LEMI PB HMI / Bakal Calon Ketua Umum PB HMI 2021 - 2023)
Wartapembaruan.co.id - 74 tahun sudah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membersamai umat dan bangsa. Selama 74 tahun tersebut begitu banyak tantangan dan dinamika yang terjadi. Namun, semua itu berhasil diatasi dikarenakan HMI secara organisasi sudah 'profesional' melalui berbagai aturan yang termaktub dalam hasil-hasil kongres atau biasa disebut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Hanya saja, profesional HMI kelihatan terbatas dalam tulisan saja alias teoritik, sedangkan dalam praktik nya masih banyak kita kader HMI yang belum profesional.
Setelah menjadi kader yang profesional, lompatan berikutnya bagi HMI adalah menuju organisasi modern. Sebuah organisasi sangat ditopang oleh kemampuan individu didalamnya yang menjadi motor penggerak dan pilot untuk dibawa kemana organisasi yang dikelolanya. Saat pengelolaan organisasi sudah profesional dan kader nya pun menjadi kader profesional, bukan perkara yang sulit untuk membawa organisasi tersebut menuju organisasi modern.
Akan tetapi, begitu juga sebaliknya, disaat pengelolaan organisasi tidak profesional alias asal-asalan dan banyak hal-hal prinsip yang dilanggar, niscaya organisasi tersebut akan menjadi organisasi yang tak kunjung menjadi modern, bahkan resiko terbesarnya adalah organisasi tersebut akan sulit untuk melakukan pergerakan, saling jegal antar sesama kader yang berujug konflik internal yang tak berkesudahan.
Saya selaku salah seorang kader HMI diantara ribuan bahkan jutaan kader, sudah barang tentu menginginkan agar organisasi yang kita cintai ini dapat menjadi organisasi modern. Dan prasyarat utama agar menjadi organisasi modern adalah kader HMI harus terlebih dahulu menjadi seorang yang profesional.
Bukan hal yang sulit juga untuk mewujudkannya, toh sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah beserta pedoman pokok perkaderan laiinya yang terdapat dalam hasil-hasil kongers memang kader HMI diarahkan menuju kader profesional. Tinggal bagaimana kita mengejawantahkan apa-apa yang tertulis didalam hasil-hasil kongres untuk diri kita sendiri sebagai individu dan untuk organisasi sebagai institusi tempat kita bernaung dan berpijak.
Jika kita merujuk kepada persyaratan agar menjadi profesional secara individu dan/atau organisasi, maka HMI merupakan tempat bagi seseorang untuk menjadi profesional. Profesional itu yang kemudian kita elaborasikan bersama demi terwujudnya organisasi HMI yang modern.
*HMI, Apakah sudah Organisasi Modern?*
Begitu banyak literatur yang bisa dibaca perihal ciri-ciri organisasi modern beserta atribut apa yang diperlukan agar masuk kedalam kategori modern. Jika kita kembali berbicara persoalan konteks apakah HMI merupakan organisasi modern?. Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri umum organisasi modern apakah ada dalam tubuh HMI, baik yang melekat secara individu atau HMI sebagai satu kesatuan organisasi yang utuh.
Untuk menjawab nya secara bersama dan tuntas, alangkah baiknya jika kita uraikan satu persatu ciri-ciri umum organisasi modern dengan kondisi HMI kekinian.
Pertama, organisasi bertambah besar. Semua orang sudah tahu bahwa sejak kelahirannya pada tahun 1947, HMI tetap menjadi organisasi mahasiswa islam terbesar di Indonesia.
Proses HMI untuk menjadi organisasi mahasiswa islam terbesar di Indonesia dilewati jauh sebelum hari ini. Maksudnya adalah HMI menjadi organisasi mahasiswa islam terbesar di Indonesia saat awal-awal berdiri dengan melalui serangkaian perjuangan yang konsisten untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Perjuangan yang konsisten itu pula yang menyebabkan HMI mendapat simpati dari rakyat Indonesia. Alhasil, HMI menjadi primadona bagi setiap mahasiswa yang ingin berorganisasi. Bagi mereka, HMI merupakan wadah untuk memenuhi keinginan serta orientasi kedepan.
Kedua, pengolahan data semakin cepat. Ini menjadi kendala bagi HMI kekinian. Jujur harus kita akui, HMI lemah dalam pengolahan dan pengelolaan data. Kita sering abai dengan data-data yang ada. Akibatnya, sampai sekarang pun data jumlah kader HMI se-Indonesia masih simpang siur. Tidak ada data lengkapnya, karena yang ada hanya perkiraan.
Ketiga, penggunaan staff lebih intensif. Sebagai sebuah organisasi yang memiliki struktur yang jelas dan berjenjang, harus kita akui jika HMI kekinian masih belum optimal dalam penggunaan staff (pengurus). Fakta yang terjadi adalah dalam setiap periodesasi kepengurusan, banyak staff yang menghilang alias tidak aktif. Padahal, untuk mewujudkan cita-cita bersama, seharusnya staff harus diberikan peran dan posisi masing-masing serta harus saling mendukung satu sama lainnya.
Keempat, kecenderungan spesialisasi. Dalam hal ini, HMI kekinian memang dianggap sebagai organisasi yang begitu kuat dalam ranah politik. Saya salah satu saksi saat oknum organisasi lain diluar HMI begitu jeleknya mendoktrin kepada khalayak jika HMI adalah organisasi yang terlalu politik. Maksud mereka terlalu politik karena memang menurut mereka kecenderungan perjuangan HMI kekinian lebih kepada urusan politik, bahkan tak jarang doktrin tentang politik begitu banyak didapatkan oleh kader HMI.
Kelima, memiliki prinsip-prinsip organisasi. Sebagai organisasi yang begitu lengkap dalam menuntun kader untuk ber-HMI sesuai dengan tujuan organisasi, pastinya HMI memiliki prinsip-prinsip organisasi. Prinsip itu kemudian yang dipakai oleh setiap kader dalam tindak dan tanduk mereka. Namun, yang terjadi kemudian ialah banyak prinsip-prinsip organisasi yang dilanggar oleh kader HMI, terutama kader HMI kekinian. Prinsip-prinsip organisasi yang seharusnya menjadi penuntun bagi kader untuk bergerak sesuai dengan cita-cita bersama organisasi malah seakan-akan menjadi ‘jauh’ dari cita-cita yang diimpikan tersebut.
Keenam, memiliki unsur-unsur organisasi yang lengkap. Di HMI unsur tersebut sudah sangat lengkap dan rigid. Sebagai contoh, untuk mereka yang punya keterampilan dalam bidang perkaderan, HMI punya pedoman perkaderan sebagai rambu-rambu dan Badan Pengelola Latihan sebagai pelaksananya, sedangkan untuk mereka yang memiliki hobi yang sama serta punya keterampilan dan keilmuan yang diperoleh dikampus yang juga sama, di HMI ada yang namanya Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) plus dengan aturan-aturan nya secara tersendiri.
*Saatnya Mewujudkan HMI Modern*
Saat kita berbicara mengenai HMI sebagai organisasi modern, mungkin semua sepakat jika HMI memang sudah modern. Modern dari segi aturan bakunya, bukan modern dari segi perbuatan kader ataupun perbuatan HMI secara organisatoris.
HMI kekinian hidup dalam kungkungan kemajuan teknologi dengan revolusi industri 4.0. Kemajuan teknologi seharusnya membuat kader HMI semakin produktif. Kemajuan teknologi seharusnya memberikan peluang bagi HMI untuk menata organisasi menjadi lebih modern lagi secara perlengkapan serta peralatannya. Tidak hanya sekedar modern secara aturan dasar yang berlaku dalam teori organisasi modern.
Kita punya modal. HMI pun memiliki sumber daya. Akan tetapi, modal serta sumber daya akan menjadi sia-sia jika tidak dimanfaatkan dengan baik oleh kader. Misalnya, kita punya modal sejarah yang panjang untuk mengembalikan HMI berjalan sesuai dengan cita-cita. Kita juga punya modal utama yakni aturan yang jelas dan rigid dalam setiap gerak kader yang termaktub kedalam hasil-hasil konstitusi.
Lalu, untuk serta sumber daya, jangan lupa bahwa HMI hadir pada lebih 200 cabang se-Indonesia dan 20 propinsi dari 34 propinsi yang ada.
Dengan kalkulasi demikian, maka sumber daya manusia yang ada di HMI sangat banyak dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mewujudkan cita-cita organisasi.
Sedikit autokritik untuk kita semua, saya meyakini jika kita belum memanfaatkan semua modal dan sumber daya tersebut secara optimal. Kita sering mengalami persoalan tak penting. Kita paling rentan mengalami konflik internal, mulai dari tingkat komisariat, cabang, badko, sampai pengurus besar. Bukan rahasia umum lagi, bahwa pada periode kepengurusan Pengurus Besar HMI periode 2018-2020, dualisme kembali terjadi.
Konflik internal menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Konflik internal seakan-akan mengafirmasi kepada khalayak luas memang HMI terlalu kencang bermain di ranah politik. Disaat organisasi selevel sudah mulai menaikkan grade mereka selangkah lebih maju, kita malah masih berkutat kepada persoalan perebutan kekuasaan.
Logika saya pun langsung mengatakan jika kita memang belum profesional. Masih banyak kader HMI yang terjebak dengan permainan dan intrik politik yang mereka buat.
Alhasil, yang terjadi kemudian adalah ‘kemandulan’ HMI sebagai gerakan sosial kemasyarakatan. Tak ada lagi para pemikir muncul dari dapur HMI. Kalau boleh jujur, HMI kekinian telah mengalami degradasi pemikiran dan degradasi karya. Tak ada yang bisa kita perbuat dan kita banggakan.
Perihal ini, saya harus objektif melihat HMI kekinian sudah tertinggal jauh dibanding organisasi lain. Kehadiran HMI kekinian tidak begitu dirasakan dampaknya oleh pemerintah ataupun masyarakat sekitar. Beda jauh dengan HMI dulu yang begitu heroik dan dielu-elukkan oleh semua komponen bangsa.
Berbagai kondisi kemunduran tersebut tidak seharusnya membuat kita patang arang. Masa depan HMI ada ditangan kita. Kita semua punya utang kepada pendahulu. Kita semua punya tanggungjawab untuk mengembalikan HMI kepada khittah perjuangan nya.
Salah satu cara yang kita lakukan adalah dengan membuat kader HMI menjadi profesional. Sebagai organisasi, HMI memenuhi persyaratan untuk menjadi organisasi yang profesional. Lalu, sebagai individu, kader HMI dituntut untuk profesional.
Saat kader HMI sudah profesional, maka disaat itu HMI secara organisasi pun akan profesional. Profesional dimaksudkan agar HMI menjadi organisasi modern kedepannya.